Senin, 24 November 2014

Agar tarbiyah berkesan mendalam

Ust. Musyaffa A. Rahim
AGAR TARBIYAH BERKESAN MENDALAM

Terkadang orang mengaitkan sukses dan kesan tarbiyah kepada aneka rupa slide yang berwarna wani, pernak-pernik animasi dan semacamnya. Atau istinya: dikaikan dengan hal-hal yang bersifat tayangan dan pemaparan.

Ada juga yang mengaitkan sukses dan kesan tarbiyah kepada kemampuan murabbi dalam melakukan olah kata; tinggi rendah suara, keras lembutnya, atau intinya: kemampuan orasi sang murabbi.

Ada juga yang mengaitkannya dengan materi yang disampaikan dari sisi temanya yang baru, pernak-pernik argumen yang dikemukakan, ilustrasi, deskripsi dan hal-hal semacam yang berkenaan dengan judul dan materi.

Dengan tidak bermaksud menafikan semua hal tersebut dan peranannya dalam sukses dan tarbiyah yang berkesan, perlu diketahui bahwa semua hal tersebut adalah aspek-aspek luaran atau lahiriah.

Sementara, tarbiyah yang sesungguhnya adalah tarbiyah Rabbaniyyah, yaitu mentarbiyahkan nilai-nilai Rabbani, nilai-nilai yang berasal dari Allah SWT, nilai-nilai yang habitat dan tempat bersemayamnya adalah hati, hati nurani, hati yang menjadi kunci bagi kebaikan jiwa raga manusia.

«... أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ، صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ، فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ» (متفق عليه: البخاري [52] ومسلم [1599]).

Ingatlah bahwasanya di dalam jasad ada segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh jasad, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad, ingatlah, segumpal daging itu adalah hati (Hadits Muttafaq ‘Alaih: Bukhari [52] dan Muslim [1599]).

Oleh karena inilah aspek qalbu inilah yang perlu lebih mendapatkan perhatian dari sisi:

1.       Keikhlasannya (الإخلاص).

2.       Tajarrud (totalitas)-nya (تَمَامُ التَّجَرُّدِ).

3.       Kedalaman hubungan interaktif dan emosional antara murabbi dengan tema atau permasalahan yang disampaikan (عُمْقُ الاِنْفِعَالِ مَعَ الْقَضِيَّةِ), dan

4.       Kebersihan hati dari motif-motif duniawi (اَلْبَرَاءَةُ مِنَ الْأَجْرِ اَلدُّنْيَوِيِّ).

Tersebutlah cerita tentang seorang muadzdzin yang bernama Haji Mukhtar Ahmad yang jama’ah masjidnya sepakat bahwa suara adzannya mampu menggugah mereka yang terlelap tidur, lalu menggerakkan mereka untuk pergi menuju masjid dan melakukan shlat berjama’ah Shubuh.

Para jama’ah pun mencari-cari: apa rahasia dibalik kesan mendalam Haji Mukhtar Ahmad ini. Dari obrolan para jama’ah, disimpulkanlah empat hal di atas, yang lalu kesimpulan ini dijadikan sebagai ibrah dan pelajaran untuk para da’i dan murabbi.

Betapa tidak.. sebab, pada hakekatnya, Haji Mukhtar Ahmad adalah seorang yang berada dan berkecukupan, namun, atas pilhan dan kerelaannya, ia menobatkan dirinya menjadi muadzdzin di sebuah masjid. “profesi” ini ia lakoni bertahun-tahun, semenjak ia masih muda, sampai ia menjadi tua. Maka jelas sekali kesimpulan dari pilihan Haji Mukhhar Ahmad ini.

Padahal, kalau dipikir-pikir, bukankah kalimat adzan itu semua jama’ah telah menghafalnya dengan baik? Dan bukankah kalimat itu berupa kalimat-kalimat pendek nan singkat? Sudah begitu, diulang-ulang pula pengumandangannya?

Jadi, bisa saja suatu tema, atau sebuah judul itu berulang, atau sudah dihafal oleh mutarabbi atau audiens, bisa jadi juga yang disampaikan “hanya” itu-itu saja.

Namun, bila hal ini keluar dari orang yang “mempunyai hati”, maka tema atau judul itu akan memiliki kesan yang sangat mendalam.

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (الشمس: 9 - ١٠)

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams: 9 – 10).

(Tulisan diolah dari kitab Manhajiyyat at-Tarbiyyah ad-Da’awiyyah, hal. 8).

Semoga ada manfaatnya, amin.

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template