Sabtu, 22 November 2014

Kisah secangkir kopi

KISAH SECANGKIR KOPI

Dari Ustadz Abdullah Zein MA. Hafidzohullohu

Suatu hari di sebuah universitas terkenal.
Sekelompok alumnus bertamu di rumah dosen
senior, setelah bertahun-tahun mereka lulus.
Setelah mereka semua menggapai kesuksesan,
kedudukan yang tinggi serta kemapanan ekonomi
dan sosial.
Setelah saling menyapa dan berbasa basi, masing-
masing mereka mulai mengeluhkan pekerjaannya.
Jadwal yang begitu padat, tugas yang menumpuk
dan banyak beban lainnya yang seringkali membuat
mereka stress. Sejenak sang dosen masuk ke dalam.
Beberapa saat kemudian, beliau keluar sambil
membawa nampan di atasnya teko besar berisikan
kopi dan berbagai jenis cangkir. Ada cangkir-
cangkir keramik tiongkok yang mewah. Cangkir-
cangkir kristal. Cangkir-cangkir melamin. Dan
cangkir-cangkir plastik.
Sebagian cangkir tersebut luar biasa indahnya.
Ukirannya, warnanya dan harganya yang waahh.
Namun ada juga cangkir plastik yang biasanya
berada di rumah orang-orang yang amat miskin.
Sang dosen berkata, “Silahkan.. masing masing
menuangkan kopinya sendiri”.
Setelah setiap mahasiswa memegang cangkirnya,
sang dosen berkata,
“Tidakkah kalian perhatikan bahwa hanya cangkir-
cangkir mewah saja yang kalian pilih?
Kalian enggan mengambil cangkir-cangkir yang
biasa?
Manusiawi sebenarnya, saat masing-masing dari
kalian berusaha mendapatkan yang paling istimewa.
Namun seringkali itulah yang membuat kalian
menjadi gelisah dan stress.
Sejatinya yang kalian butuhkan adalah kopi, bukan
cangkirnya. Akan tetapi kalian tergiur dengan
cangkir-cangkir yang mewah. Terus perhatikanlah,
setelah masing-masing kalian memegang cangkir
tersebut, kalian akan terus berusaha mencermati
cangkir yang dipegang orang lain!.
Andaikan kehidupan adalah kopi, maka pekerjaan,
harta dan kedudukan sosial adalah cangkir-cangkir
nya. Jadi, hal-hal itu hanyalah perkakas yang
membungkus kehidupan. Adapun kehidupan (kopi)
itu sendiri, ya tetap itu-itu saja, tidak berubah.
Saat konsentrasi kita tersedot kepada cangkir, maka
saat itu pula kita akan kehilangan kesempatan untuk
menikmati kopi.
Karena itu kunasehatkan pada kalian, jangan terlalu
memperhatikan cangkir, akan tetapi nikmatilah
kopinya…”.
Sejatinya, inilah penyakit yang diderita manusia.
Banyak orang yang tidak bersyukur kepada Allah
atas apa yang ia miliki, setinggi apapun
kesuksesannya. Sebab ia selalu membandingkannya
dengan apa yang dimiliki orang lain.
Setelah menikah dengan seorang wanita cantik yang
berakhlak mulia, ia selalu berfikir bahwa orang lain
menikah dengan wanita yang lebih istimewa dari
istrinya.
Sudah tinggal di rumah sendiri, namun selalu
membayangkan bahwa orang lain rumahnya lebih
mewah dari rumah sendiri.
Ia bukannya menikmati kehidupannya beserta istri
dan anak-anaknya. Tapi justru selalu memikirkan
apa yang dimiliki orang lain, seraya berkata, “Aku
belum punya apa yang mereka punya”.
��Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
mengingatkan,
" ﻣَﻦْ ﺃَﺻْﺒَﺢَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺁﻣِﻨًﺎ ﻓِﻲ ﺳِﺮْﺑِﻪِ، ﻣُﻌَﺎﻓًﻰ ﻓِﻲ ﺟَﺴَﺪِﻩِ، ﻋِﻨْﺪَﻩُ
ﻗُﻮﺕُ ﻳَﻮْﻣِﻪِ؛ ﻓَﻜَﺄَﻧَّﻤَﺎ ﺣِﻴﺰَﺕْ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ "
"Barang siapa yang melewati harinya dengan
perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya
dan memiliki makanan untuk hari itu, seakan-akan
ia telah memiliki dunia seisinya".
(HR. Tirmidzi dan dinilai hasan oleh al-Albani).
✒Seorang bijak berpetuah,
“Alangkah anehnya kebanyakan manusia! Mereka
korbankan kesehatan untuk mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya.
Setelah terkumpul, gantian mereka gunakan harta
tersebut untuk mengembalikan kesehatannya yang
telah hilang!
Mereka selalu gelisah memikirkan masa depan,
namun melupakan hari ini. Akibatnya, mereka tidak
menikmati hari ini dan tidak pula hidup di masa
datang.
Mereka senantiasa melihat apa yang dimiliki orang
lain, namun tidak pernah melihat apa yang
dimilikinya sendiri.
Akibatnya, ia tidak bisa meraih apa yang dimiliki
orang lain dan tidak pula bisa menikmati milik
sendiri.
Mereka diciptakan untuk satu tujuan, yakni
beribadah. Dunia diciptakan untuk mereka gunakan
sebagai sarana beribadah. Namun justru sarana
tersebut malah melalaikan mereka dari tujuan
utama”.

☕☕☕

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template