Kamis, 19 Maret 2015

Beginilah gambaran seorang yang bertaqwa sesungguhnya

Akhlak yang mulia dan budi pekerti luhur itu memang lebih menyentuh daripada untaian kalimat. Nasihat dengan keteladanan lebih mengena daripada ucapan lisan. Itulah yang dipraktikkan oleh seorang ulama Rabbani, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah. Selain menasihati umat dengan lisan dan tulisan, beliau juga membuat hati manusia tunduk dan jiwa-jiwa terketuk dengan keteladanan. Di antara contoh yang sangat mengagumkan dari keteladanan beliau adalah bagaimana beliau memperlakukan seorang pencuri yang tertangkap basah menyatroni rumahnya.

Salah seorang penuntut ilmu menceritakan:

Saat aku beri’tikaf di Masjid al-Haram di 10 hari terakhir bulan Ramadhan, aku menghadiri majelisnya Syaikh Ibnu Utsaimin yang diadakan setelah shalat subuh usai. Ada seseorang bertanya kepada beliau tentang suatu permasalahan yang menurutnya terdapat kerancuan dan bagaimana pandangan Syaikh Ibnu Baz terhadap kasus tersebut. Syaikh Ibnu Utsaimin pun menanggapi si penanya dan memuji Syaikh Ibnu Baz rahimahumallahu jami’an.

Saat aku sedang hanyut dalam pembahasan pelajaran, tiba-tiba seorang laki-laki di sampingku –mungkin usianya akhir 30-an- sedang berurai air mata. Kemudian isak tangisnya mulai merambat ke telinga para peserta kuliah subuh itu.

Ketika pelajaran usai, kulemparkan pandanganku kepada laki-laki yang menangis tadi. Kulihat ia tengah memegang mush-haf dan tenggelam dalam kesedihannya. Kudekati dia meskipun terlihat ia tampak menghindar. Kuucapkan salam padanya dan kemudian aku bertanya, “Kaifa haaluka yaa akhi? Maa yubkiika?” (Apa kabarmu saudaraku? Apa yang membuatmu menangis?) Ia menjawab dengan suara parau yang tidak jelas. Terdengar hanya jazaakallahu khair (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan).

Aku pun mengulangi pertanyaanku, “Maa yubkiika akhi?” (Apa yang membuatmu menangis?).

Dengan wajah bersunggut-sunggut kesedihan ia menjawab, “Laa laa syai-a, innama tadzakkartu Ibnu Baz, fabakaitu” (Tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya teringat Ibnu Baz. Kemudian aku pun menangis.).

Aku menangkap logatnya, akau tahu ia adalah seorang yang berasal dari Pakistan walaupun ia mengenakan pakaian Saudi. Akhirnya ia pun bercerita:

Dulu aku mengalami sebuah kejadian bersama beliau. Sekitar 10 tahun yang lalu, aku bekerja sebagai seorang satpam di salah satu pabrik di Kota Thaif. Kemudian sepucuk surat dari Pakistan sampai kepaku. Surat ini membawa kabar bahwa ibuku dalam keadaan sekarat/koma. Dokter menyatakan harus segera dilakukan operasi transplantasi ginjal. Dan biayanya sebesar 7.000 Riyal Saudi. Sedangkan aku hanya memiliki 1.000 Riyal. Tidak kutemui seorang pun yang dapat membantuku demikian juga dari perusahaan.

Jika operasi tidak dilakukan dalam waktu satu pekan, kemungkinan ibuku akan meninggal. Keadaannya benar-benar tinggal menghitung hari. Aku menangisi ibuku. Karena dialah yang mengasuhku. Yang bergadang di malam hari untuk menjagaku. Situasi kepepet ini pun membuatku nekad. Akhirnya aku melompat masuk ke salah satu rumah di dekat pabrik tempatku bekerja. Kumasuki tempat itu pukul dua dini hari.

Setelah aku berhasil meloncati pagar rumah itu, beberapa saat kemudian tanpa kusadari petugas keamanan telah menangkapku. Mereka melemparku ke dalam mobil. Saat itu, betapa gelap dunia ini kurasakan.

Kemudian, menjelang shalat subuh, datanglah seorang polisi. Ia mengembalikanku ke rumah yang kusatroni tadi. Yang hendak kujarah barangnya. Polisi itu menempatkanku di suatu tempat, lalu ia pergi berlalu.

Beberapa saat kemudian datang seorang pemuda dengan membawa makanan. Ia berkata, “Kul! Bismillah” (Makanlah dengan menyebut nama Allah).

Aku heran dan bingung. Sebenarnya aku sedang berada dimana?

Saat adzan fajar berkumandang, orang-orang di rumah itu berkata kepadaku, “Tawadhdha’ lish shalah” (Wudhulah untuk shalat). Rasa khawatir dan takut menggerayangi tubuhku.

Lalu muncullah seorang laki-laki yang sudah sepuh. Ia dituntun oleh seorang pemuda menuju padaku. Laki-laki tua itu menyalamiku kemudian mengucapkan salam. “ “Hal akalta?” (Sudah makan?) tanyanya. “Na’am” jawabku. Ia pun meraih tangan kananku lalu menggandengku pergi bersama ke masjid untuk shalat subuh berjamaah.

Setelah shalat, kulihat laki-laki tua yang memegang tanganku itu duduk di sebuah kursi di baris depan masjid. Para jamaah dan pelajar pun mendekat, duduk di sekelilingnya. Mulailah Syaikh itu menyampaikan pelajaran.

Seketika itu kuletakkan kedua tanganku di kepala. Aku malu dan aku juga takut. “Ya Allaaah.. apa yang sudah aku lakukan??? Aku mencoba mencuri di rumah Syaikh Ibnu Baz” gumamku. Aku tahu, nama Syaikh Ibnu Baz karena beliau begitu tenar di negaraku Pakistan.

Setelah pelajaran usai, Syaikh kembali membawaku ke rumahnya. Dengan hangat, ia kembali menggapai tanganku dan mengajakku sarapan pagi. Sarapan yang dihadiri banyak orang-orang. Ia dudukkan aku di sampingnya. Sambil menyantap sarapan beliau bertanya, “Masmuka?” (Siapa namamu?) “Murtadha.” Jawabku.

Aku pun menceritakan kisahku kepadanya. Beliau menanggapi, “Hasanan.. sanu’thika 9.000 Riyal.” (Baik, akan kami berikan 9.000 Riyal untukmu). “Al-mathlub 7.000 Riyal” (Yang dibutuhkan hanya 7.000 Riyal).

Beliau menanggapi, “Sisanya ambillah untukmu. Tetapi jangan kau ulangi lagi perbuatan mencuri itu wahai anakku”. Aku pun mengambil uang itu. Kuucapkan terima kasih kepadanya. Dan kudoakan kebaikan untuknya.

Setelah itu aku pulang ke Pakistan untuk membiayai operasi ibuku. Alhamdulillah ibuku bisa kembali sembuh.

Lima bulan kemudian, aku kembali ke Saudi. Dan langsung menuju Riyadh. Aku mencari Syaikh dan kukunjungi kediamannya. Aku sudah mengenalnya sekarang. Begitu pula beliau, tidak lupa padaku. Beliau bertanya tentang ibuku. Lalu aku berikan kepada beliau 1500 Riyal. Segera beliau bertanya, “Maa hadza?” (Apa ini?) “Al-Baaqi” (Sisanya) jawabku. Lalu beliau berkata, “Huwa laka” (Uang itu untukmu).

Aku kembali mengajukan permintaan kepada Syaikh, “Syaikh, aku ada permintaan”. “Apa itu wahai anakku?” katanya.

“Aku ingin bekerja padamu. Jadi pembantu atau yang lainnya. Aku mohon Syaikh, jangan tolak permintaanku. Semoga Allah senantiasa menjagamu”. Pintaku. “Hasanan” (Baiklah) jawabnya.

Lalu aku pun bekerja di rumah Syaikh hingga beliau rahimahullah wafat.

Salah seorang yang dekat dengan Syaikh mengabarkan kepadaku, “Tahukah engkau, saat kau melompati pagar rumah beliau. Beliau sedang shalat malam dan mendengar suara gaduh di halaman rumahnya. Lalu beliau menekan bel yang biasa ia gunakan untuk membangunkan orang-orang di rumahnya saat-saat shalat wajib saja. Mereka semua terbangun dan merasakan ada suatu kejanggalan. Lalu beliau memberi tahu bahwa ada suara ribut-ribut di halaman. Mereka pun menyampaikannya ke satpam, lalu satpam menelpon polisi. Tanpa menunggu lama mereka pun menangkapmu.

Syaikh pun bertanya apa yang terjadi. Orang-orang di rumahnya mengatakan ada pencuri, dan polisi telah menggelandangnya. Syaikh pun marah, lalu berkata, “Jangan, jangan.. bebaskan dia sekarang dari kantor polisi. Aku yakin dia tidak mencuri kecuali karena sangat terdesak. Kemudian kejadiannya sebagaimana yang sudah engkau ketahui”.

Aku (yang bertanya) berkata kepada sahabatku (yang bercerita), “Sekarang matahari telah terbit (sudah pagi). Seluruh umat ini terasa berat dan menangisi perpisahan dengan beliau. Berdirilah sekarang, marilah kita shalat dua rakaat dan berdoa untuk Syaikh rahimahullah.
—–

Semoga Allah senantiasa merahmati Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan menempatkannya di surga yang penuh dengan kenikmatan.. Amin..

Selasa, 03 Maret 2015

Ingat mati

Inilah di antara tulisan terbaik Syekh Ali Thanthawi Mesir Rahimahullah:
Pada saat engkau mati, janganlah kau bersedih. Jangan pedulikan jasadmu yang sudah mulai layu, karena kaum muslimin akan mengurus jasadmu. Mereka akan melucuti pakaian, memandikan dan mengkafanimu, lalu membawamu ke tempatmu yang baru, kuburan.
Akan ada banyak orang yang mengantarkan jenazahmu bahkan mereka akan meninggalkan pekerjaan nya untuk ikut menguburkanmu. Barang barangmu akan dikemas; kunci kuncimu, kitab, koper, sepatu dan pakaianmu. Jika keluargamu setuju barang2 itu akan disedekahkan agar bermnfaat untukmu.
Yakinlah; dunia dan alam semesta tdk kan bersedih dg kepergianmu. Ekonomi akan tetap berlangsung! Posisi pekerjaanmu akan diisi orang lain. Hartamu menjadi harta halal bagi ahli warismu. Sedangkan kamu yg akan dihisab dan diperhitungkan dari hartamu!
Kesedihan atasmu ada 3;
Orang yg mengenalmu sekilas akan mengatakan, kasihan. Kawan2mu akan bersedih beberapa jam atau beberapa hari lalu mereka kembali seperti sediakala dan tertawa tawa!
Dirumah ada kesedihan yg mendalam! Keluargamu akan bersedih seminggu dua minggu, sebulan dua bulan, dan mungkin hingga setahun?? Selanjutnya mereka meletakkanmu dalam arsip kenangan!
Demikianlah "Kisahmu telah berakhir di tengah2 manusia".
Dan kisahmu yang sesungguhnya baru dimulai, Akhirat!!
Telah musnah kemuliaan, harta, kesehatan, dan anak. Telah engkau tinggalkan rumah, istana dan istri tercinta. Kini hidup yg sesungguhnya telah dimulai.
Pertanyaannya adalah:
Apa persiapanmu untuk kuburmu dan Akhiratmu?? Hakikat ini memerlukan perenungan. Usahakan dengan sungguh2; Menjalankan kewajiban2  hal-hal yg disunnahkan, sedekah rahasia, merahasiakan amal shalih, shalat malam,
Semoga saja engkau selamat.
Andai engkau mengingatkan manusia dengan tulisan ini insyaAllah pengaruhnya akan engkau temui dalam timbangan kebaikanmu pada hari Kiamat. "Berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat bagi orang orang mukmin"

Cinta...Energi Karya Sepanjang Sejarah Manusia!

Dikisahkan pada suatu malam sepasang suami isteri terlibat silang pendapat dan pertengkaran yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh syetan untuk menghasut keduanya untuk tidak saling menegur hingga keesokan harinya.

Saat pagi menyingsing, sebagaimana biasa sang isteri tetap menunaikan kewajibannya untuk menyiapkan sarapan pagi buat sang suami, namun tidak seperti biasanya, sang isteri begitu selesai menyiapkan sarapan buat suami pergi meninggalkan meja makan tanpa menemani suaminya sarapan sebagaimana biasanya.

Saat suami menghampiri meja makan, ia kemudian mulai mengambil pisau dan garpu dan memotong telur rebus  buatan isterinya sambil melirik kiri kanan berharap isterinya datang dan duduk disampingnya untuk menemaninya sarapan pagi, namun isterinya tak kunjung datang. Lalu ia ambil segelas susu diatas meja dan ternyata susu itu sudah dingin, ia mencoba meminumnya namun ia merasa tidak bernafsu untuk menghabiskannya karena sang suami tidak suka susu yang sudah dingin.

Dengan perasaan tak menentu, sang suami kembali mencicipi sarapannya namun ia tetap tak bernafsu untuk menyelesaikan sarapannya. Ia terus melirik ke arah dapur dengan harapan sang isteri datang dan duduk disampingnya. Tiba-tiba sang isteri keluar dari arah dapur sambil membawa beberapa potong roti dan menaruhnya diatas meja.

Sang isteri berusaha untuk duduk disamping sang suami namun batinnya mengatakan ‘tidak’ karena ia merasa perasaannya telah dilukai oleh sang suami dan sampai detik itu ia masih berharap sang suami datang dan meminta maaf kepadanya namun harapannya pupus karena sang suami belum juga meminta maaf kepadanya. Diwaktu yang sama, sang suami juga merasa gengsi untuk meminta maaf kepada sang isteri.

Sang isteri tanpa bicara sedikitpun, kembali ke dapur dan mulai dengan kesibukannya sebagaimana biasa membersihkan perkakas-perkakas dan membiarkanya suaminya sarapan sendirian. Tak lama setelah itu ia mendengar pintu rumah terbuka dan tertutup dan itu pertanda suaminya telah berangkat ke kantor.

Sang isteri kemudian menghampiri meja makan dan ia melihat makanan yang telah ia siapkan buat suaminya tak tersentuh sedikitpun, susu yang ia sediakan pun tak diminum bahkan telur rebus yang dicicipi suaminya pun masih tersisa.

Dalam hati sang isteri berbicara sendiri “ya, saya tahu kamu pasti berharap aku duduk disampingmu dan menemanimu sarapan. Aku tahu pasti kamu berharap aku yang potongin roti dan telur rebus kesukaanmu dan menatap wajahmu saat kamu sarapan. Tapi untuk hari ini aku harus member pelajaran kepadamu karena kamu telah melukai perasaanku dan kamu tidak pandai menghargai kelelahanku dan setelah itu kamu pun tak segera meminta maaf kepadaku!”

Masih dengan perasaan marah dan sedih, sang isteri kemudian mulai merapikan meja makan dan tiba-tiba ia dikejutkan saat melihat dua tangkai bunga berwarna merah dan putih dan dibawah bunga tersebut ada secarik kertas. Ia bergegas mengambil secarik kertas tersebut dan ternyata didalam kertas tersebut terdapat tulisan tangan suaminya.

Sang suami ternyata telah meninggalkan sepucuk surat dan dua tangkai bunga yang sangat cantik sebelum ia meninggalkan rumah untuk berangkat kerja ke kantor. Dalam surat tersebut sang suami menulis begini:

“Bismillahirrahmanirrahim”

Kepada bunga terindah dalam hidupku, buat isteriku tersayang dan cinta abadiku!

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabaraktuh

Sayang…
Betapa aku merindukanmu duduk disampingku untuk menemaniku sarapan pada hari ini, namun disaat dirimu menghindar dariku, jujur aku tak sanggup untuk menelan makanan yang telah kamu sediakan tanpa kehadiranmu disisiku

Sayang….
Betapa aku merindukan senyumanmu dan lambaian tanganmu yang tulus saat melepas kepergianku meninggalkan rumah untuk berangkat bekerja sebagaimana hari-hari sebelumnya.

Isteriku sayang…
Aku jujur, aku telah berbuat salah kepadamu, aku telah menyakiti perasaanmu, aku tahu syetan telah menggodaku melakukan itu semua. Apakah kau mau membukakan pintu maafmu wahai Isteriku…?

Seketika dua bola mata sang isteri digenangi butiran tangis yang membuncah, ia memeluk surat dan dua kuntum bunga tersebut dan mengecupnya sambil berucap lirih: “Maafkan diriku juga wahai suamiku tercinta…maafkan aku ya....”

Seketika dengan perasaan yang penuh suka cita, sang isteri bergerak seperti lebah yang terbang kian kemari. Ia masuk ke dapur dan mulai menyiapkan makan siang kesukaan suaminya. Energi cinta suaminya telah menghilangkan kelelahan tubuhnya saat ia tanpa henti terus membersihkan dan merapikan rumahnya sehinga ia berhasil menyulap rumah mungilnya menjadi sebuah taman yang sangat indah dan sejuk dipandang mata. Bunga-bunga indah dan lilin telah tersusun indah dimeja makan siap menanti kepulangan suaminya. Ruangan terasa sangat harum saat ia menyemprotkan parfum kesukaan sang suami, semakin menjadikan rumah mungil itu seperti hotel mewah. Tak hanya itu, ia kemudian bergegas untuk membersihkan dirinya dan memakai pakaian tercantik yang ia punya untuk menyambut kedatangan sang suami.

Detik waktu terus bergulir, tiba waktunya sang suami kembali kerumah setelah seharian bekerja dengan lelah. Saat sang isteri membuka pintu dengan senyuman terindahnya, dan saat sang suami memasuki rumah dan terpana dengan suasana keindahan didalamnya, hati keduanya berdialog tanpa aksara kata dan cukup bagi meraka bahasa cinta lah yang berbicara dengan penuh ketulusan dan kejernihannya.

Cairo, 3 Maret 2015
*Disadur dari sumber berbahasa Arab

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template