Rabu, 21 Desember 2011

Bolehkah Berpolitik ?

Banyak sekali orang yang memandang politik dalam arti yang terlalu sempit serta cenderung menampilkan politik dalam wajah negatifnya. Seperti keculasan, penindasan, perebutan kekuasaan, pembunuhan, perang dan ceceran darah.

Politik dalam arti sempit dan wajah negatif ini seringkali muncul menjadi icon yang mewakili pengertian kata istilah politik. Padahal ini hanyalah sebuah aliran dan pemahaman subjektif dari Machiavelli yang termasyhur dengan nasihatnya, bahwa seorang penguasa yang ingin tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat, licik dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejaman penggunaan kekuatan.

Tentu saja politik dalam konsep si Machivelli itu bukan sekedar diharamkan dalam syariat Islam, tetapi juga dikutuk. Bahkan turunnya syariat Islam itu salah satu perannya untuk membasmi konsep politik si terkutuk dariItalia itu.

Politik dalam pengertian si pembuat onar ini juga dikutuk oleh semua orang dan dianggap selaku bajingan tak bermoral. Hanya para bajingan yang tak bermoral saja yang memuji konsepnya itu. Para diktator dunia seperti Hitler, Musolini, Lenin, Stalin, Bush, Blair dan orang-orang sejenisnya, bisa dimasukkan dalam kelompok para pemuja ide-ide syetan muntahan dari mulut Machiavelli.

Para Nabi dan Shahabat Adalah Politikus yang Benar

Namun kalau kita kembalikan pengertian politik dalam arti luas dan positif, di mana politik pada dasarnya adalah sebuah sistem untuk mengatur masyarakat atau negara dengan tujuan demi kemashlahatan umat manusia, tentu saja politik itu mulia.

Bahkan sejak masa awal manusia diturunkan ke muka bumi dengan dikawal oleh para nabi dan rasul, tugas utama syariah adalah mengatur kehidupan masyarakat dan negara. Dan itu adalah politik. Tapi bukan versi Machiavelli, melainkan versi langit alias versi syariah.

Maka bisa kita sebutkan bahwa menjalankan politik yang benar itu bukan hanya boleh, tetapi wajib bahkan menjadi inti tujuan risalah. Untuk mengatur politik-lah para nabi dan rasul diutus ke muka bumi, selain mengajarkan ritual peribadatan.

Diplomasi dengan Penguasa Zalim

Dalam realitasnya, ternyata para nabi dan Rasul pun bukan hidup di dalam hutan jauh dari politik kotor. Justru mereka berhadapan langsung -face to face- dengan para pelaku politik jahat. Bukankah Allah SWT memerintahkan kepada Musa untuk mendatangi Fir'aun?

Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas.(QS. Thaha: 24)

Bahkan Nabi Musa as. sendiri lahir di dalam istana Fir'aun yang sedang aktif berpolitik kotor. Dan Musa ikut masuk dalam gelanggang politik berhadapan dengan Fir'aun, namun membawa konsep politk langit. Maka begitulah, sebagian besar isi Al-Quran yang bercerita tentang Nabi Musa as, lebihbesar porsinya tentang kisah politik Nabi Musa versus Fir'aun.

Datangnya Musa as berdebat dan berdiplomasi langsung ke istana Fir'aun, bukankah itu tindakan politik?

Perang

Selain Musa as., nyaris semua nabi memang menjadi pimpinan politik umatnya. Mereka tidak mengurung diri di dalam mihrab meninggalkan urusan duniawi, melainkan mereka ikut dalam semua aktifitas membangun bangsa. Bahkan tidak sedikit di antara para nabi itu yang mati lantaran perjuangan mereka dalam masalah politik. Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak menyerah. Allah menyukai orang-orang yang sabar.(QS. Ali Imran: 146)

Apakah perang bukan urusan politik?

Mengatur Kekayaan Negara

Nabi Yusuf as. juga seorang politkus yang handal dan sukses menyelamatkan negaranya dari berbagai krisis ekonomi. Bahkan Al-Quran secara nyata mengisahkan bagaimana deal-deal politik Nabi Yusuf as. untuk mengincar jabatan sebagai penguasa masalah logistik negara.

Berkata Yusuf, "Jadikanlah aku bendaharawan negara; sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (QS. Yusuf: 55)

Apakah mengatur logistik dan kekayaan negara bukan urusan politik?

Maka berpolitk yang tujuan dan caranya sesuai dengan misi ilahi, tentu saja hukumnya boleh dan bahkan wajib. Sedangkan berpolitik yang tujuan dan caranya bagai si Machiavelli durjana itu, jelas haram bahkan dilaknat.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.


Bahaya Lisan


Lisan merupakan bagian tubuh yang paling banyak digunakan dalam keseharian kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga lisan kita. Apakah banyak kebaikannya dengan menyampaikan yang haq ataupun malah terjerumus ke dalam dosa dan maksiat.

Pada berbagai pertemuan, seringkali kita mendapati pembicaraan berupa gunjingan (ghibah), mengadu domba (namimah) atau maksiat lainnya. Padahal, Alloh Subhanahu wa Ta’ala melarang hal tersebut. Alloh menggambarkan ghibah dengan suatu yang amat kotor dan menjijikkan. Alloh berfirman yang artinya, “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya.” (Al-Hujurat: 12)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan makna ghibah (menggunjing) ini. Beliau bersabda, “Tahukah kalian apakah ghibah itu?” Mereka menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui” Beliau bersabda, “Engkau mengabarkan tentang saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang aku katakan itu memang terdapat pada saudaraku?” Beliau menjawab, “Jika apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu, maka engkau telah menggunjingnya (melakukan ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka engkau telah berdusta atasnya.” (HR. Muslim)

Jadi, ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, baik tentang agama, kekayaan, akhlak, atau bentuk lahiriyahnya, sedang ia tidak suka jika hal itu disebutkan, dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok. Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Alloh ia adalah sesuatu yang keji dan kotor. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri), dan riba yang paling berat adalah pergunjingan seorang laki-laki atas kehormatan saudaranya.” (As-Silsilah As-Shahihah, 1871)

Wajib bagi orang yang hadir dalam majelis yang sedang menggunjing orang lain, untuk mencegah kemunkaran dan membela saudaranya yang dipergunjingkan. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan hal itu, sebagaimana dalam sabdanya, “Barangsiapa membela (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Alloh akan menghindarkan api Neraka dari wajahnya.” (HR. Ahmad)

Demikian pula halnya dalam mengadu domba (namimah). Mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara keduanya adalah salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan, serta menyulut api kebencian dan permusuhan antar manusia. Alloh mencela pelaku perbuatan tersebut dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kesana kemari menghambur fitnah.” (Al-Qalam: 10-11). Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga al-qattat (tukang adu domba).” (HR. Bukhari). Ibnu Atsir menjelaskan, “Al-Qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan), tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.” (An-Nihayah 4/11)

Oleh karena itu ada beberapa hal penting perlu kita perhatikan dalam menjaga lisan. Pertama, hendaknya pembicaraan kita selalu diarahkan ke dalam kebaikan. Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (An-Nisa: 114)

Kedua, tidak membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi diri kita maupun orang lain yang akan mendengarkan. Rosululloh shollallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Ketiga, tidak membicarakan semua yang kita dengar. Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu berkata, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar.” (HR. Muslim)

Keempat, menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kita berada di pihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari pertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda.” (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Al-Albani)

Kelima, Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah rodhiallohu ‘anha berkata, “Sesungguhnya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu hal, dan ada orang yang mau menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya” (HR. Bukhari-Muslim). Semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga diri kita, sehingga diri kita senantiasa berada dalam kebaikan. Wallohu’alam.

Muslim.or.id

Selasa, 20 Desember 2011

Melacak Status Hukum Kopi Luwak


Beberapa waktu yang lalu, ramai dibicarakan di media tentang masalah status hukum “kopi luwak”, apakah halal ataukah haram. Pasalnya, kopi khas Indonesia yang terkenal sangat mahal tersebut[1] ternyata—setelah diselidiki proses pembuatannya—adalah dari hewan luwak (sejenis musang) memakan buah kopi yang matang lalu bijinya dikeluarkan bersama kotorannya, lalu biji-biji tersebut dibersihkan.

Nah, apakah karena prosesnya yang seperti itu menjadikan kopi jenis ini najis alias haram?!! MUI telah mempelajari dan menyelidiki masalah ini lalu menyimpulkannya halal.[2] Hanya, masih ada sebagian orang mempertanyakan tentang kebenaran fatwa MUI tersebut. Oleh karena itu, kami memandang perlu untuk menulis pembahasan ini sebagai keterangan bagi kaum muslimin semuanya. Semoga bermanfaat.

Hukum Kopi

Ketahuilah wahai saudaraku seiman—semoga Alloh merahmatimu—bahwa asal hukum segala jenis makanan baik dari hewan, tumbuhan, laut maupun daratan adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.[3] Alloh berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًۭا طَيِّبًۭا

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS. al-Baqoroh [2]: 168)

Tidak boleh bagi seorang pun untuk mengharamkan suatu makanan kecuali berlandaskan dalil dari al-Qur‘an dan hadits yang shohih dan apabila seorang mengharamkan tanpa dalil, maka dia telah membuat kedustaan tentang Alloh.

Memang pada awal munculnya, kopi banyak diperdebatkan oleh ulama, bahkan banyak tulisan tentangnya. Ada yang mengharamkannya karena dianggap memabukkan dan ada yang menghalalkan karena asal minuman adalah halal.[4] Namun, dengan berjalannya waktu, pendapat yang mengharamkan itu hilang dan para ulama-pun bersepakat tentang halalnya kopi.[5] Sampai-sampai al-Hajawi mengatakan setelah menyebutkan perselisihan ulama tentang hukum kopi:

“Orang yang mengharamkan kopi tidaklah memiliki alasan yang ilmiah sama sekali.” [6]

HARAMKAH LUWAK?

Luwak adalah binatang sejenis musang. Ia adalah binatang pengecut dan sangat licik. Dengan kelicikannya dia sering bisa bersama para binatang buas menyeramkan lainnya. Di antara keajaiban kelicikannya dalam mencari rezeki dia berpura-pura mati dan melembungkan perutnya serta mengangkat kaki dan tangannya agar disangka mati. Kalau ada hewan yang mendekatinya, seketika itu dia langsung menerkamnya.[7]

Tentang hukum memakannya, para ulama berselisih pendapat:

Pendapat pertama:

Boleh. Ini adalah madzhab Syafi’i dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Alasannya, karena ia bukan termasuk binatang buas yang menyerang dengan taringnya.

Pendapat kedua:

Haram. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan pendapat yang populer dalam madzhab Ahmad. Alasannya, karena musang termasuk binatang buas yang diharamkan dalam hadits.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ a عَنِ النَّبِيِّ n قَالَ : « كُلُّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ ».

Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring maka memakannya adalah haram.[8]

Pendapat yang kuat bahwa musang hukumnya haram, karena musang termasuk binatang buas yang dilarang dalam hadits. Wallohu A’lam.[9]

NAJISKAH KOTORAN LUWAK?

Masalah ini merupakan cabang dari permasalahan yang sebelumnya, karena para ulama menjelaskan bahwa kotoran binatang terbagi menjadi dua:

Kotoran binatang yang dagingnya haram dimakan. Hukumnya najis dengan kesepakatan ulama.[10]

Kotoran binatang yang dagingnya halal dimakan. Hukumnya diperselisihkan ulama. Sebagian ulama berpendapat najis, sedangkan sebagian ulama lainnya berpendapat tidak najis dan inilah pendapat yang kami pilih karena kuatnya dalil-dalil mereka serta sesuai dengan kaidah asal. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah v\ berkata: “Adapun kencing dan kotoran binatang yang dagingnya dimakan, maka mayoritas salaf berpendapat bahwa hal itu tidaklah najis. Ini merupakan madzhab Malik, Ahmad, dan selainnya. Dan bahkan dikatakan: Tidak ada seorang pun sahabat yang berpendapat najis. Kami telah memaparkan masalah ini secara panjang lebar dalam kitab khusus dengan memaparkan belasan dalil bahwa hal itu (kencing dan kotoran hewan yang dagingnya dimakan) tidak termasuk najis.” [11]

HUKUM KOPI LUWAK

Setelah melalui beberapa pembahasan di atas, sekarang kita akan membahas pokok permasalahan kita yaitu tentang status hukum kopi luwak.

1. Gambaran Masalah

Sebelum melangkah lebih lanjut, kita perlu mengetahui gambaran permasalahan yang sedang kita bicarakan ini, sebab sebagaimana kata para ulama kita:

الْحُكْمُ عَلَى الشَّيْءِ فَرْعٌ عَنْ تَصَوِّرِهِ

“Mengukumi sesuatu itu adalah cabang dari gambarannya.” [12]

Kopi luwak yaitu buah kopi matang yang dimakan oleh luwak, kemudian dikeluarkan sebagai kotoran luwak tetapi biji-biji kopi tersebut tidak tercerna sehingga bentuknya masih dalam bentuk biji kopi. Jadi, di dalam perut musang biji kopi mengalami proses fermentasi dan dikeluarkan lagi dalam bentuk biji bersama dengan kotoran luwak. Selanjutnya, biji kopi luwak dibersihkan dan diproses seperti kopi biasa.

2. Kaidah-Kaidah Fiqih Seputar Masalah

Ada beberapa kaidah fiqih yang dapat kita terapkan dalam masalah ini:

a. Asal makanan adalah halal

Kaidah sudah kita sebutkan di atas, bahwa:

الأَصْلُ فِي الأَعْيَانِ الطَّهَارَةُ

Asal hukum segala jenis makanan adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.” [13]

Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Asal hukum makanan dan minuman adalah halal kecuali apa yang diharamkan oleh Alloh dalam al-Qur‘an-Nya atau melalui lisan Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam, karena apa yang diharamkan oleh Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam sama halnya dengan pengharaman Alloh.” [14]

Demikianlah, dalam masalah ini hukum asalnya adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Kita tetap dalam keyakinan ini sampai datang bukti dan dalil kuat yang dapat memalingkan kita dari kaidah asal ini, adapun sekadar keraguan maka tidak bisa.

b. Hukum itu berputar bersama sebabnya

Termasuk kaidah fiqih yang berkaitan dengan masalah ini adalah:

الْحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ عِلَّتِهِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا

Hukum itu berputar bersama sebabnya, ada dan tidaknya.[15]

Dalam masalah kopi luwak, alasan bagi yang melarangnya adalah adanya najis. Namun, tatkala najis tersebut sudah hilang dan dibersihkan maka hukumnya pun menjadi suci.

c. Istihalah[16]

Termasuk kaidah yang sangat berkaitan erat dengan masalah ini adalah kaidah istihalah dan membersihkan benda yang terkena najis:

النَّجَاسَةُ إِذَا زَالَتْ بِأَيِّ مُزِيْلٍ طَهُرَ الْمَحَلُّ

Benda najis apabila dibersihkan dengan pembersih apa pun maka menjadi suci.[17]

Nah, tatkala biji kopi luwak yang bercampur dengan kotoran tersebut memang sudah dibersihkan, lantas kenapa masih dipermasalahkan lagi?!

3. Masalah-Masalah Serupa Dalam Fiqih

Sebenarnya masalah kopi luwak ini dapat kita kaji melalui pendekatan masalah-masalah yang mirip dengannya yang biasa dikenal dengan istilah Asybah wa Nazho‘ir. Ada beberapa masalah yang dapat kita jadikan sebagai pendekatan dengan masalah ini, yaitu:

a. Bila hewan mengeluarkan biji

Pendekatan yang paling mirip adalah apa yang dikatakan oleh para ulama fiqih yang menerangkan jika ada hewan memakan biji tumbuhan kemudian dapat dikeluarkan dari perut, jika kondisinya tetap—sehingga sekiranya ditanam dapat tumbuh[17]—maka tetap suci. Imam Nawawi rahimahulloh berkata:

قَالَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللّٰهُ : إِذَا أَكََلَتِ الْبَهِيْمَةُ حَبًّا وَخَرَجَ مِنْ بَطْنِهَا صَحِيْحًا ، فَإِنْ كَانَتْ صَلَابَتُهُ بَاقِيَةً بِحَيْثُ لَوْ زُرِعَ نَبَتَ ، فَعَيْنُهُ طَاهِرَةٌ لٰكِنْ يَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِهِ لِمُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ

Para sahabat kami (ulama madzhab Syafi’i)—semoga Allah merahmati mereka— mengatakan: ‘Jika ada hewan memakan biji tumbuhan kemudian dapat dikeluarkan dari perut, jika kekerasannya tetap dalam kondisi semula, yang sekiranya jika ditanam dapat tumbuh maka tetap suci tetapi harus disucikan bagian luarnya karena terkena najis…’ [19]

b. Telur yang masih dalam bangkai

Masalah lain yang mirip dengan permasalahan ini adalah masalah telur yang berada di bangkai ayam, apakah najis ataukah tidak, pendapat yang kuat bahwa apabila telur sudah berkulit dan terpisah maka hukumnya suci. Imam Ibnu Qudamah rahimahulloh berkata:

وَإِنْ مَاتَتْ الدَّجَاجَةُ ، وَفِي بَطْنِهَا بَيْضَةٌ قَدْ صَلُبَ قِشْرُهَا ، فَهِيَ طَاهِرَةٌ . وَهٰذَا قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ وَبَعْضِ الشَّافِعِيَّةِ وَابْنِ الْمُنْذِرِ وَلَنَا أَنَّهَا بَيْضَةٌ صُلْبَةُ الْقِشْرِ، طَرَأَتْ النَّجَاسَةُ عَلَيْهَا، فَأَشْبَهَ مَا لَوْ وَقَعَتْ فِي مَاءٍ نَجِسٍ .

“Apabila ada ayam mati (bangkai) dan di perutnya ada telur yang sudah mengeras kulitnya maka (telur tersebut) hukumnya suci. Inilah pendapat Abu Hanifah dan sebagian Syafi’iyyah dan Ibnu Mundzir. Alasan kami karena telur yang sudah berkulit keras tadi terkena najis, mirip kalau seandainya ia jatuh pada air yang najis (lalu dibersihkan maka jadi bersih).” [20]

c. Emas yang ditelan orang

Masalah yang mirip juga dengan masalah ini adalah kalau seandainya ada seorang menelan emas atau uang logam kemudian keluar bersama kotorannya. Bukankah emas atau uang logam tadi bila sudah dibersihkan maka ia suci, wahai saudaraku?!! Pikirkanlah!!

KESIMPULAN

Terlepas dari perselisihan ulama tentang musang apakah haram ataukah tidak, dan terlepas dari perselisihan ulama apakah kotoran hewan itu najis ataukah tidak, kami berpendapat bahwa biji kopi luwak yang bercampur dengan kotoran kalau memang sudah dibersihkan maka hukumnya adalah suci dan halal. Barang siapa yang mengharamkan maka dia dituntut untuk mendatangkan dalil yang akurat. Wallohu A’lam.

Daftar Referensi

Al-Mughni. Ibnu Qudamah. Tahqiq Abdulloh at-Turki dan Abdul Fattah al-Hulw. Dar Alamil Kutub. KSA. Cet kelima 1419 H.

Al-Majmu’ Syarh Muhadzab. An-Nawawi. Tahqiq Muhammad Najib al-Muthi’i. Dar Alamil Kutub. KSA. Cet kedua 1427 H.

Al-Ath’imah. Syaikh Salih bin Fauzan Al-Fauzan. Maktabah Ma’arif. KSA. Cet kedua 1419 H.

As-Sa’yul Hamid fi Masyru’iyyatil Mas’a al-Jadid. Masyhur bin Hasan Alu Salman. Dar al-Atsariyyah, Yordania. Cet pertama 1428 H.

CD Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta 2010.

[1]Diberitakan bahwa harga kopi luwak ini secangkirnya 100 ribu rupiah. Bahkan di Amerika bisa dijual dengan harga kurang lebih 300 ribu rupiah. Mirip hal ini adalah liur burung walet. Demikianlah kehendak dan keajaiban Alloh pada sebagian makhluk-Nya. Hal ini mengingatkan penulis pada apa yang disebutkan oleh ulama bahwa darah kijang bisa menjadi minyak kesturi yang sangat harum!!! (Lihat Diwan al-Mutanabbi 2/21 dan asy-Syarh al-Mumthi’ 1/98 oleh Ibnu Utsaimin)

[2]Teks fatwa MUI tersebut sebagai berikut:

1. Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah mutanajjis (barang terkena najis), bukan najis.

2. Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah halal setelah disucikan.

3. Mengonsumsi Kopi Luwak sebagaimana dimaksud angka 2 hukumnya boleh.

4. Memproduksi dan memperjualbelikan Kopi Luwak hukumnya boleh.

[3]Lihat al-Qowa’id an-Nuroniyyah hlm. 112 Ibnu Taimiyyah dan Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 21/542.

[4]Syaikh Abdul Qodir bin Muhammad al-Jazuri menulis sebuah kitab berjudul Umdah Shofwah fi Hilli Qohwah. Dalam kitab tersebut beliau menjelaskan secara detail tentang halalnya kopi.

[5]Sebagaimana dikatakan oleh Mar‘i al-Karmi dalam Tahqiq Burhan fi Sya‘ni Dukhon hlm. 154.

[6]Ghomzu ’Uyunil Basho‘ir 4/355. Lihat pula Muqoddimah Syaikhuna Masyhur bin Hasan Alu Salman terhadap risalah Tausi’ah Mas’a hlm. 17–21.

[7]Miftah Dar Sa’adah 2/153 Ibnul Qoyyim

[8]HR. Muslim: 1933

[9]Diringkas dari al-Ath’imah hlm. 62–63 oleh Syaikh Sholih bin Fauzan al-Fauzan.

[10]Al-Mabsuth 1/60 as-Sarokhsi, al-Qowanin al-Fiqhiyyah hlm. 27 Ibnu Juzai, al-Kafi 1/97 Ibnu Qudamah.

[11]Majmu’ Fatawa 21/613–615

[12]Lihat al-Ushul al-Amah wal Qowa’id al-Jami’ah lil Fatawa Syar’iyyah hlm. 18 oleh Dr. Husain bin Abdul Aziz Alu Syaikh.

[13]Lihat al-Qowa’id an-Nuroniyyah hlm. 112 Ibnu Taimiyyah dan Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 21/542.

[14]Al-Umm 2/213

[15]Lihat Mughni Dzawil Afham hlm. 174 oleh Ibnu Abdil Hadi, I’lamul Muwaqqi’in 4/135 oleh Ibnu Qoyyim.

[16]Lihat masalah ini dalam kitab al-Istihalah wa Ahkamuha fil Fiqh Islami oleh Dr. Qodhafi Azzat al-Ghonanim.

[17]Lihat Majmu’ Fatawa 21/474, Hasyiyah Ibni Abidin 1/311, asy-Syarh al-Mumthi’ 1/424.

[18]Dan penelitian LP POM MUI membuktikan bahwa secara umum biji kopi yang keluar dari kotoran luwak tidak berubah serta dapat tumbuh jika ditanam.

[19]Al-Majmu’ Syarh Muahadzab 2/409. Lihat pula al-Mughni 13/347 karya Ibnu Qudamah dan al-Mantsur fil Qowa’id 2/333–334 karya az-Zarkasyi, Roudhoh Tholibin 1/18 karya an-Nawawi.

[20]Al-Mughni 1/101. Dan ini juga dikuatkan oleh Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarh Muhadzab 1/132

Sumber :Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi

Senin, 19 Desember 2011

Waspada Fitnah Wanita

Musuh-musuh Islam dari abad ke abad selalu berusaha merusak akhlaq ummat Islam. Dengan alasan, jika akhlaq ummat telah rusak, maka mudahlah merusak aqidah mereka.

Musuh-musuh Islam –utamanya Yahudi & Nasrani- selalu mencari jalan untuk menjauhkan ummat Islam dari agamanya sampai akhirnya kafir alias murtad. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman saat membongkar dan menampakkan isi hati mereka, artinya, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah, itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (QS. Al-Baqoroh: 120).

Di antara obyek atau target yang mereka prioritaskan adalah kaum wanita. Mereka paham bahwa jika wanita rusak, maka kaum lelaki akan terpengaruh dan menjadi rusak karenanya. Sebab wanita adalah fitnah yang sangat dahsyat yang dapat menyeret kaum lelaki dalam kemaksiatan dan penyimpangan.

Sebagaimana yang pernah disebutkan oleh Nabi Shallallohu 'Alaihi Wa Sallam dalam sabdanya, “Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau. Sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di atasnya, lalu Dia akan melihat bagaimana kalian berbuat. Lantaran itu, waspadailah dunia, dan waspadailah wanita, sebab awal fitnah di kalangan Bani Isra’il adalah pada wanita”. [HR. Muslim dalam Adz-Dzikr wa Ad-Du’a’ (no.6883)].

Nabi Shallallohu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “Aku tidak meninggalkan fitnah yang lebih berbahaya atas kaum lelaki setelahku daripada wanita”. [HR. Al-Bukhari dalam An-Nikah (no. 5096), dan Muslim dalam Adz-Dzikr wa Ad-Du’a’ (no. 7880 & 6881)].

Al-Imam al-Mubarkafuriy Rahimahulloh berkata dalam menjelaskan sebab yang menjadikan wanita sebagai fitnah (ujian) terbesar bagi kaum laki-laki, “Sebab tabiat manusia seringnya condong kepada wanita, dan seringnya terjerumus ke dalam perkara yang haram gara-gara wanita. Manusia melakukan perang dan permusuhan karena wanita. Minimalnya wanita mendorong seseorang untuk cinta dunia. Nah, kerusakan apakah yang lebih berbahaya daripada ini (cinta dunia)?” [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (7/89)].

Wanita adalah ujian terbesar bagi kaum lelaki sehingga telah tercatat dalam sejarah bahwa sebagian masalah yang timbul karena berawal dari wanita, seperti perang kabilah, perang antar negara, putusnya hubungan antara seorang dengan orang lain, karena wanita, dan lain-lain.

Fitnah wanita di zaman ini semakin merajalela dan menjadi-jadi dengan adanya emansipasi wanita. Kini tidak sedikit wanita-wanita yang berkarier di luar rumah yang akhirnya menjadi sebab munculnya berbagai maksiat.

Sungguh sangat ironi melihat para wanita kita saat ini, menjadi pajangan dan pemuas syahwat kaum lelaki berhidung belang!!? Panti-panti pijat dan panti maksiat lainnya pun tak lepas dari wanita yang menjadi obyeknya.

Dahulu wanita begitu terhormat dan terjaga, yakni di zaman Nabi Shallallohu 'Alaihi Wa Sallam, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan seterusnya. Lihatlah bagaimana Allah memuliakan dan menjaga para wanita dengan syari’at hijab dalam firmanNya, artinya, “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.p (QS. Al-Ahzab : 59).
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”. (QS. Al-Ahzab : 33).

Ayat yang kedua merupakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar para wanita hendaklah menetap di rumah; kecuali jika ada keperluan yang dibenarkan oleh syara’. Hal itu demi menjaga kesucian dan kehormatan mereka dan bukan sebagai kungkungan dan penjara sebagaimana yang dipropagandakan oleh orang-orang kafir. Dan keluarnya mereka pun disertai dengan adab-adab islami. Seperti dengan mahramnya, mengenakan hijab yang syar’i, yakni sifatnya longgar, tidak ketat, dan tidak transparan atau tipis, tidak mengundang perhatian kaum lelaki, dan tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir atau kaum laki-laki. Begitu juga bukan sekedar hijab atau jilbab yang banyak dikenakan oleh sebagian wanita-wanita muslimah hari ini, yakni tidak menutupi dada-dada mereka, ketat, transparan, motif dan warna yang mencolok dan menarik perhatian para lelaki. Cara berpakaian seperti itu tercela di dalam Islam. Inilah yang diistilahkan oleh Nabi Shallallohu 'Alaihi Wa Sallam dengan ‘berpakaian, tapi telanjang’.

Rasulullah Shallallohu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Jika seorang wanita keluar dari peraduannya untuk hal-hal yang tidak urgen, maka disinilah setan memulai makar dan aksinya. Jabir Rodhiyallohu 'Anhu berkata, “Rasulullah Shallallohu 'Alaihi Wa Sallam pernah melihat seorang wanita, lalu beliau mendatangi istrinya, Zainab yang sedang menyamak kulit miliknya. Lalu Beliau menyelesaikan hajatnya (berjimak), kemudian keluar menuju para sahabatnya seraya bersabda, ‘Sesungguhnya wanita datang dalam rupa setan, dan pergi dalam rupa setan. Jika salah seorang diantara kalian melihat seorang wanita (yang mengagumkan), maka hendaknya ia mendatangi istrinya, karena hal itu akan menolak sesuatu (berupa syahwat) yang terdapat pada dirinya’.” [HR. Muslim (no.3393), Abu Dawud (no.2151), dan at-Tirmidzi (no.1158)].

Al-Imam Syamsul Haqq al-Azhim Abadi Rahimahulloh berkata menjelaskan tentang hadits ini, “Nabi Shallallohu 'Alaihi Wa Sallam menyerupakan wanita dengan setan dalam sifat waswasah (membisikan kejahatan), dan menggelincirkan orang, karena melihat wanita dari segala sisi adalah pengundang dan pemicu terjadinya kerusakan”. [Lihat Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud (6/148-149), cet. Darul Fikr, 1415 H].

Al-Imam An-Nawawi Rahimahulloh berkata, “Para ulama berkata, ‘Jadi, wanita itu serupa dengan setan dalam mengajak kepada kejelekan dengan bisikan dan menghiasi kejelekan. Maka dapat diambil sebuah hukum dari hadits ini bahwa seorang wanita seharusnya tidak keluar di antara kaum lelaki, kecuali ada hajat yang mendesak, dan seyogyanya kaum lelaki menundukkan pandangan dari melihat pakaiannya, dan memalingkan pandangan darinya secara mutlak”. [Lihat Syarh Shahih Muslim (9/181)].

Demikianlah para wanita di zaman Nabi Shallallohu 'Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya. Mereka menganjurkan para wanita agar tetap berada di rumahnya dalam beraktifitas demi menjaga kesucian dirinya. Beliau tidak memerintahkan para wanita keluar dari rumah, kecuali ada hajat mendesak. Sebab keluarnya para wanita seperti untuk bekerja di sekitar kaum lelaki akan menimbulkan berbagai macam fitnah, sebagaimana yang kita saksikan hari ini, seperti maraknya prostitusi, selingkuh, zina, pacaran, hubungan gelap, keretakan rumah tangga, pembunuhan, peperangan, permusuhan, dan sederet kemaksiatan lainnya..

Banyaknya pengangguran di kalangan kaum lelaki, dan banyaknya lelaki dewasa yang melajang disebabkan lapangan pekerjaannya “direbut” oleh kaum wanita. Dampak dari semua itu semakin meningkatlah tingkat kejahatan dan maraknya kemaksiatan.

Propaganda ‘emansipasi wanita’ mendorong para wanita untuk keluar dari rumah, berkarier, dan lain sebagainya, demi menyaingi kaum lelaki yang selama ini menurut sangkaan mereka bahwa kaum lelaki telah melakukan monopoli, menzhalimi hak kaum wanita, dan propaganda lainnya seperti Islam seakan-akan mengajari ummatnya untuk menzhalimi kaum wanita. Padahal tidaklah demikian, bahkan Islam menjunjung tinggi hak para wanita.

Sumber : Al Sofwah

Sabtu, 10 Desember 2011

Perbedaan Pendapat Sampai Tidaknya Bacaan Qur'an Kepada Orang Mati

Penyebab Perbedaan Pendapat

Penyebab perbedaan pendapat di antara mereka adalah adanya atsar yang berbeda dan bertentangan.

Mereka yang mendukung pendapat tentang tidak sampainya pahala bacaan Al-Quran kepada orang mati, biasanya berdalil dengan nash-nash berikut:

Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. An-Najm:38-39)

Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Yaasiin:54)

Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS. Al-Baqaraah 286)

Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo'akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya. (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa'i dan Ahmad)

Tentu saja tidak semua orang sepakat dengan pendapat ini, karena memang ada juga dalil lainnya yang menjelaskan bahwa masih ada kemungkinan sampainya pahala ibadah yang dikirimkan atau dihadiahkan kepada orang yang sudah mati. Misalnya hadits-hadits berikut ini:

Dari Ma'qil bin Yasar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bacakanlah surat Yaasiin atas orang yang meninggal di antara kalian." (HR Abu Daud, An-Nasaa'i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Jantungnya Al-Quran adalah surat Yaasiin. Tidak seorang yang mencintai Allah dan negeri akhirat membacanya kecuali dosa-dosanya diampuni. Bacakanlah (Yaasiin) atas orang-orang mati di antara kalian. (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Hadits ini dicacat oleh Ad-Daruquthuny dan Ibnul Qathan, namun Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkannya.

Dari Abi Ad-Darda' dan Abi Dzar ra berkata, "Tidaklah seseorang mati lalu dibacakan atasnya surat Yaasiin, kecuali Allah ringankan siksa untuknya." (HR Ad-Dailami dengan sanad yang dhaif sekali)

Adalah Ibnu Umar ra. gemar membacakan bagian awal dan akhir surat Al-Baqarah di atas kubur sesuah mayat dikuburkan. (HR. Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan).

Dengan adanya pertentangan antara dua kelompok pendapat ini, maka kita tidak bisa menggeneralisir hukumnya sebagai adat yang sesat dengan begitu saja. Sebab ternyata masih ada dalil-dalil yang bisa digunakan sebagai landasan, terlepas dari masalah tarjih di antara keduanya. Namun pendeknya, masalah ini kita golongkan kepada masalah khilafiyah di kalangan para ulama. Dan kita dituntut untuk bisa bersikap lebih bijak dan dewasa untuk mensikapinya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Syaikh Muhammad bin Abdul wahhab

PENGERTIAN WAHABI DAN SIAPA MUHAMMAD BIN ADBUL WAHHAB


Oleh
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu



Orang-orang biasa menuduh "wahabi " kepada setiap orang yang melanggar tradisi, kepercayaan dan bid'ah mereka, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak, bertentangan dengan Al-Qur'anul Karim dan hadits-hadits shahih. Mereka menentang dakwah kepada tauhid dan enggan berdo'a (memohon) hanya kepada Allah semata.

Suatu kali, di depan seorang syaikh penulis membacakan hadits riwayat Ibnu Abbas yang terdapat dalam kitab Al-Arba'in An-Nawa-wiyah. Hadits itu berbunyi.

"Artinya : Jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepa-da Allah." [Hadits Riwayat At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih]

Penulis sungguh kagum terhadap keterangan Imam An-Nawawi ketika beliau mengatakan, "Kemudian jika kebutuhan yang dimintanya -menurut tradisi- di luar batas kemampuan manusia, seperti meminta hidayah (petunjuk), ilmu, kesembuhan dari sakit dan kesehatan maka hal-hal itu (mesti) memintanya hanya kepada Allah semata. Dan jika hal-hal di atas dimintanya kepada makhluk maka itu amat tercela."

Lalu kepada syaikh tersebut penulis katakan, "Hadits ini berikut keterangannya menegaskan tidak dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah." Ia lalu menyergah, "Malah sebaliknya, hal itu dibolehkan!"

Penulis lalu bertanya, "Apa dalil anda?" Syaikh itu ternyata marah sambil berkata dengan suara tinggi, "Sesungguhnya bibiku berkata, wahai Syaikh Sa'd![1]" dan Aku bertanya padanya, "Wahai bibiku, apakah Syaikh Sa'd dapat memberi manfaat kepadamu?" Ia menjawab, "Aku berdo'a (meminta) kepadanya, sehingga ia menyampaikannya kepada Allah, lalu Allah menyembuhkanku."

Lalu penulis berkata, "Sesungguhnya engkau adalah seorang alim. Engkau banyak habiskan umurmu untuk membaca kitab-kitab. Tetapi sungguh mengherankan, engkau justru mengambil akidah dari bibimu yang bodoh itu."

Ia lalu berkata, "Pola pikirmu adalah pola pikir wahabi. Engkau pergi berumrah lalu datang dengan membawa kitab-kitab wahabi."

Padahal penulis tidak mengenal sedikitpun tentang wahabi kecuali sekedar penulis dengar dari para syaikh. Mereka berkata tentang wahabi, "Orang-orang wahabi adalah mereka yang melanggar tradisi orang kebanyakan. Mereka tidak percaya kepada para wali dan karamah-karamahnya, tidak mencintai Rasul dan berbagai tuduhan dusta lainnya."

Jika orang-orang wahabi adalah mereka yang percaya hanya kepada pertolongan Allah semata, dan percaya yang menyembuhkan hanyalah Allah, maka aku wajib mengenal wahabi lebih jauh."

Kemudian penulis tanyakan jama'ahnya, sehingga penulis mendapat informasi bahwa pada setiap Kamis sore mereka menyelenggarakan pertemuan untuk mengkaji pelajaran tafsir, hadits dan fiqih.

Bersama anak-anak penulis dan sebagian pemuda intelektual, penulis mendatangi majelis mereka. Kami masuk ke sebuah ruangan yang besar. Sejenak kami menanti, sampai tiada berapa lama seorang syaikh yang sudah berusia masuk ruangan. Beliau memberi salam kepada kami dan menjabat tangan semua hadirin dimulai dari sebelah kanan, beliau lalu duduk di kursi dan tak seorang pun berdiri untuknya. Penulis berkata dalam hati, "Ini adalah seorang syaikh yang tawadhu' (rendah hati), tidak suka orang berdiri untuknya (dihormati)."

Lalu syaikh membuka pelajaran dengan ucapan,

"Artinya : Sesungguhnya segala puji adalah untuk Allah. Kepada Allah kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan.", dan selanjutnya hingga selesai, sebagaimana Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam biasa membuka khutbah dan pelajarannya.

Kemudian Syaikh itu memulai bicara dengan menggunakan bahasa Arab. Beliau menyampaikan hadits-hadits seraya menjelaskan derajat shahihnya dan para perawinya. Setiap kali menyebut nama Nabi, beliau mengucapkan shalawat atasnya. Di akhir pelajaran, beberapa soal tertulis diajukan kepadanya. Beliau menjawab soal-soal itu dengan dalil dari Al-Qur'anul Karim dan sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam . Beliau berdiskusi dengan hadirin dan tidak menolak setiap penanya. Di akhir pelajaran, beliau berkata, "Segala puji bagi Allah bahwa kita termasuk orang-orang Islam dan salaf.[2]. Sebagian orang menuduh kita orang-orang wahabi. Ini termasuk tanaabuzun bil alqaab (memanggil dengan panggilan-panggilan yang buruk). Allah melarang kita dari hal itu dengan firmanNya,

"Artinya : Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk." [Al-Hujurat: 11]

Dahulu, mereka menuduh Imam Syafi'i dengan rafidhah. Beliau lalu membantah mereka dengan mengatakan, "Jika rafidah (berarti) mencintai keluarga Muhammad. Maka hendaknya jin dan manusia menyaksikan bahwa sesungguhnya aku adalah rafidhah."

Maka, kita juga membantah orang-orang yang menuduh kita wahabi, dengan ucapan salah seorang penyair, "Jika pengikut Ahmad adalah wahabi. Maka aku berikrar bahwa sesungguhnya aku wahabi."

Ketika pelajaran usai, kami keluar bersama-sama sebagian para pemuda. Kami benar-benar dibuat kagum oleh ilmu dan kerendahan hatinya. Bahkan aku mendengar salah seorang mereka berkata, "Inilah syaikh yang sesungguhnya!"

PENGERTIAN WAHABI
Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab, Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat kepada namanya yaitu Muhammad. Betapapun begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang paling baik (Asmaa'ul Husnaa).

Jika shufi menisbatkan namanya kepada jama'ah yang memakai shuf (kain wol) maka sesungguhnya wahabi menisbatkan diri mereka dengan Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu Allah yang memberikan tauhid dan meneguhkannya untuk berdakwah kepada tauhid.

MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Beliau dilahirkan di kota 'Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Qur'an sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hambali, belajar hadits dan tafsir kepada para syaikh dari berbagai negeri, terutama di kota Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Perasaan beliau tersentak setelah menyaksikan apa yang terjadi di negerinya Nejed dengan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi berupa kesyirikan, khurafat dan bid'ah. Demikian juga soal menyucikan dan mengkultuskan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.

Ia mendengar banyak wanita di negerinya bertawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, "Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini."

Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para sahabat, keluarga Nabi (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah semata.

Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, serta berdo'a (memohon) kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Qur'an dan sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Al-Qur'an menegaskan:

"Artinya : Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." [Yunus : 106]

Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas:

"Artinya : Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah." [Hadits Riwayat At-Tirmidzi, ia berkata hasan shahih)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaumnya kepada tauhid dan berdo'a (memohon) kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah.

[1]. Penentangan Orang-Orang Batil Terhadapnya
Para ahli bid'ah menentang keras dakwah tauhid yang dibangun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Ini tidak mengherankan, sebab musuh-musuh tauhid telah ada sejak zaman Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Bahkan mereka merasa heran terhadap dakwah kepada tauhid. Allah berfirman:

"Artinya : Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." [Shaad : 5]

Musuh-musuh syaikh memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dakwahnya terputus dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah Subhannahu wa Ta'ala menjaganya dan memberinya penolong, sehingga dakwah tauhid terbesar luas di Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya.

Meskipun demikian, hingga saat ini, masih ada pula sebagian manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya mereka mengatakan, dia (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) adalah pembuat madzhab yang kelima[3], padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hambali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang wahabi tidak mencintai Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam serta tidak bershalawat atasnya. Mereka anti bacaan shalawat.

Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab –rahimahullah- telah menulis kitab "Mukhtashar Siiratur Rasuul Shalallaahu alaihi wasalam ". Kitab ini bukti sejarah atas kecintaan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, suatu hal yang karenanya mereka bakal dihisab pada hari Kiamat.

Seandainya mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan menemukan Al-Qur'an, hadits dan ucapan sahabat sebagai rujukannya.

Seseorang yang dapat dipercaya memberitahukan kepada penulis, bahwa ada salah seorang ulama yang memperingatkan dalam pengajian-pengajiannya dari ajaran wahabi. Suatu hari, salah seorang dari hadirin memberinya sebuah kitab karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebelum diberikan, ia hilangkan terlebih dahulu nama pengarangnya. Ulama itu membaca kitab tersebut dan amat kagum dengan kandungannya. Setelah mengetahui siapa penulis buku yang dibaca, mulailah ia memuji Muhammad bin Abdul Wahab.

[2]. Dalam Sebuah Hadits Disebutkan:

" Artinya : Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami di negeri Syam, dan di negeri Yaman. Mereka berkata, 'Dan di negeri Nejed.' Rasulullah berkata, 'Di sana banyak terjadi berbagai kegoncangan dan fitnah, dan di sana (tempat) munculnya para pengikut setan." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]

Ibnu Hajar Al-'Asqalani dan ulama lainnya menyebutkan, yang dimaksud Nejed dalam hadits di atas adalah Nejed Iraq. Hal itu terbukti dengan banyaknya fitnah yang terjadi di sana. Kota yang juga di situ Al-Husain bin Ali Radhiyallahu anhuma dibunuh.

Hal ini berbeda dengan anggapan sebagian orang, bahwa yang dimaksud dengan Nejed adalah Hejaz, kota yang tidak pernah tampak di dalamnya fitnah sebagaimana yang terjadi di Iraq. Bahkan seba-liknya, yang tampak di Nejed Hejaz adalah tauhid, yang karenanya Allah menciptakan alam, dan karenanya pula Allah mengutus para rasul.

[3]. Sebagian Ulama Yang Adil Sesungguhnya Menyebutkan
Bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah salah seorang mujaddid (pembaharu) abad dua belas Hijriyah. Mereka menulis buku-buku tentang beliau. Di antara para pengarang yang menulis buku tentang Syaikh adalah Syaikh Ali Thanthawi. Beliau menulis buku tentang "Silsilah Tokoh-tokoh Sejarah", di antara mereka terdapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ahmad bin 'Irfan.

Dalam buku tersebut beliau menyebutkan, akidah tauhid sampai ke India dan negeri-negeri lainnya melalui jama'ah haji dari kaum muslimin yang terpengaruh dakwah tauhid di kota Makkah. Karena itu, kompeni Inggris yang menjajah India ketika itu, bersama-sama dengan musuh-musuh Islam memerangi akidah tauhid tersebut. Hal itu dilakukan karena mereka mengetahui bahwa akidah tauhid akan menyatukan umat Islam dalam melawan mereka.

Selanjutnya mereka mengomando kepada kaum Murtaziqah[4] agar mencemarkan nama baik dakwah kepada tauhid. Maka mereka pun menuduh setiap muwahhid yang menyeru kepada tauhid dengan kata wahabi. Kata itu mereka maksudkan sebagai padanan dari tukang bid'ah, sehingga memalingkan umat Islam dari akidah tauhid yang menyeru agar umat manusia berdo'a hanya semata-mata kepada Allah. Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa kata wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhaab (yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari Nama-nama Allah yang paling baik (Asma'ul Husna) yang memberikan kepadanya tauhid dan menjanjikannya masuk Surga.


[Disalin dari kitab Minhajul Firqah An-Najiyah Wat Thaifah Al-Manshurah, edisi Indonesia Jalan Golongan Yang Selamat, Penulis Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Penerjemah Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Penerbit Darul Haq]
________
Foote Note
[1]. Dia memohon pertolongan kepada Syaikh Sa’d yang dikuburkan di dalam masjidnya.
[2]. Orang-orang Salaf adalah mereka yang mengikuti jalan para Salafus Shalih. Yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan tabi’in
[3].Sebab yang terkenal dalam dunia Fiqih hanya ada empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
[4]. Kaum Murtaziqoh yaitu orang-orang bayaran.

Dikutip dari : http://almanhaj.or.id

Mazhad Syafi'i

Sejarah Terbentuknya Mazhab Asy-Syafi'i

Asy-Syafi'i pernah tinggal di Iraq dan berguru kepada murid Imam Abu Hanifah. Sebelumnya beliau juga pernah berguru langsung kepada Imam Malik di Madinah.

Kita tahu pada masa itu baru berkembang 2 kutub fiqih, yaitu kutub Baghdad dengan Abu Hanifah sebagai maha guru, dan kutub Hijaz dengan imam Malik sebagai maha guru.

Masing-masing punya keistimewaan. Abu Hanifah telah berhasil memecahkan sistem istimbath hukum dengan kondisi minimnya hadits shahih dan berserakannya hadits dhaif dan palsu. Kondisi yang demikian telah memaksa beliau melakukan ijtihad dan pengembangan logika hukum dengan tetap berlandaskan kepada hadits-hadits shahih, meski jumlahnya sangat minim di negerinya.

Di belahan bumi yang lain, ada Imam Malik yang tinggal di Madinah dan menjadi imam masjid sekaligus menjadi mufti. Madinah adalah kota sucinabi Muhammad SAW dan para shahabat rahiyallahu anhum ajmain. Saat itu, 100 tahunan sepeninggal generasi Rasulullah SAW dan para shahabat, di Madinah masih tersisa banyak anak cucu dan keturunan generasi terbaik.

Nyaris tidak ada yang berubah dari pola kehidupan di zaman nabi. Bahkan Imam Malik berkeyakinan bahwa setiap perbuatan dan tindakan penduduk Madinah saat itu boleh dijadikan sebagai landasan hukum. Lantaran beliau yakin bahwa mustahil generasi keturuan nabi dan para shahabat memalsukan hadits atau berbohong tentang nabi.

Maka salah satu ciri khas mazhab Malik adalah kekuatan mereka menggunakan dalil, meski kalau disandingkan dengan syarat ketat versi Al-Bukhari nantinya, hadits itu dianggap kurang kuat. Dan Imam Malik nyaris menghindari logika fiqih semacam qiyas dan sejenisnya, karena memang nyaris kurang diperlukan. Sebab kondisi sosial ekonomi di Madinah di zamannya masih mirip sekali dengan zaman nabi SAW.

Berbeda dengan kondisi sosial ekonomi di Iraq, tempat di mana Al-Imam Abu Hanifah mendirikan pusat ilmu. Selain hadits palsu banyak berseliweran, Iraq sudah menjadi kosmopolitan dengan sekian banyak dinamika yang melebihi zamannya. Banyak fenomena yang tidak ada jawabannya kalau hanya merujuk kepada nash-nash hadits saja.Maka wajar bila Abu Hanifah mengembangkan pola qiyas secara lebih luas.

Lalu di manakah posisi Al-Imam Asy-Syafi'i?

Beliau adalah murid paling pandai yang berguru kepada Al-Imam Malik ketika beliau tinggal di Madinah. Namunbeliau ke Iraq, beliau juga belajar kepada murid-murid Imam Abu Hanifah. Maka mazhab fiqih yang beliau kembangkan di Iraq adalah perpaduan antara dua kekuatan tersebut. Semua keistimewaan mazhab Malik di Madinah dipadukan dengan keunikan mazhab Hanafiyah di Iraq. Dan hasilnya adalah sebuah mazhab canggih, yaitu mazhab Al-Imam Asy-Syafi'i.

Sayangnya banyak orang yang tidak tahu sejarah seperti ini, sehingga tidak sedikit yang memandang mazhab Asy-Syafi'i dengan pandangan minor dan kurang respek. Padahal, logika sederhananya, dengan menggunakan mazhab Asy-Syafi'i, boleh dibilang bahwa setiap orang sudah otomatis menggunakan mazhab Abu Hanifah dan Malik sekaligus. Meski tidak secara pas boleh dikatakan demikian.

Munculnya Qaul Jadid

Al-Imam Asy-syafi'i adalah seorang ilmuwan tulen. Dirinya tidak akan puas dengan satu ilmu. Adalah merupakan kebiasaan beliau untuk melakukan perjalanan dari barat hingga timur, dari utara hingga selatan. Seluruh hidupnya dicurahkan untuk menuntut ilmu.

Makasetelah tinggal di Iraqbeberapa lama, Al-Imam As-syafi'i kemudian pindah ke Mesir. Di negeri yang pertama kali dibebaskan oleh Amr bin Al-Ash itu, beliau menemukanbanyak hal baru yang belum pernah ditemukannya selama ini. Baik tambahan jumlah hadits atau pun logika fiqih.

Maka saat di Mesir itu, beliau melakukan revisi ulang atas pendapat-pendapatnya selama di Iraq. Revisinya begitu banyak sesuai dengan perkembangan terakhir ilmu dan informasi yang beliau dapatkan di Mesir, sehingga terkumpul menjadi semacam kumpulan fatwa baru. Kemudian orang-orang menyebutnya dengan istilah qaul jadid. Artinya, pendapat yang baru. Sedangkan yang di Iraq disebut dengan qaul qadim. Artinya, pendapat yang lama.

Contoh Perbedaan/ Revisi

Di antara beberapa contoh perbedaan atau hasil revisi ulang pendapat beliau adalah:

1. Air Musta'mal

Selama di Iraq, Asy-syafi'i berpandangan bahwa air yang menetes dari sisa air wudhu' seseorang hukumnya suci dan mensucikan. Sehingga boleh digunakan untuk berwudhu' lagi. Atau seandainya tetesan bekas wudhu' itu jatuh ke dalam bejana yang kurang dari 2 qullah, maka tidak merusak apapun.

Namun saat beliau di Mesir, beliau menemukan bahwa dalil-dalil pendapatnya itu kurang kuat untuk dijadikan landasan. Sementara beliau menemukan dalil yang sangat beliau yakini lebih kuat dari dalil pendapat sebelumnya, bahwa Rasulullah SAW dan para shahabat tidak berwudhu' dengan air bekas wudhu'. Sehingga pendapat beliau dalam qaul jadid adalah sisa air wudhu' itu air musta'mal yang hukumnya suci (bukan air najis) namun tidak sah kalau dipakai berwudhu' (tidak mensucikan).

2. Pensucian Kulit Bangkai

Hewan yang mati menjadi bangkai, maka hukum bangkai itu najis. Namun kulitnya akan menjadi suci bila dilakukan penyamakan (dibagh).

Sebelumnya Imam Asy-Syafi'i di Iraq mengikuti pendapat Imam Malik bahwa yang suci hanyalah kulit bagian luar saja. Sedangka kulit bagian dalam tetap tidak suci. Maka boleh kita shalat di atas kulit asalkan bagian dalam kulit berada di posisi bawah. Sedangkan bila posisi bagian dalam kulit atas di atas tempat kita shalat, hukumnya tidak sah, karena dianggap najis.

Ketika beliau hijrah ke Mesir, beliau mengoreksi pendapatnya menjadi suci kedua-duanya. Bagian dalam kulit dan bagian luar, keduanya sama-sama suci setelah dilakukan penyamakan.

Tentunya masih sangat banyak contoh-contoh perbadaan qaul qadim dan jadid, untuk lebih dalamnya kami persilahkan anda membaca saja kitab yang secara khusus ditulis tentang masalah ini. Hebatnya, kitab ini ditulis oleh ulama betawi yang tinggal 40-an tahun di Mesir dan Saudi. Beliau adalah Al-Ustadz Dr. Nahrawi Abdussalam Al-Indunisy, MA. Karya beliau yang kami maksudadalah kitab: Al-Imam Asy-syafi'i Bainal Mazhabaihil Qadim wal Jadid. (Imam Syafi'i: antara mazhab lama dan baru).

Lumayan tebal untuk ukuran kita, sekitar 750-an halaman. Tetapi termasuk tipis untuk ukuran kitab berbahasa arab. Sayangnya, beliau belum sempat menerjemahkan dan menerbitkannya dalam bahasa Indonesia. Yang kami miliki sebagai hadiah pribadi dari beliau adalah dalam versi bahasa arab aslinya.

Semoga Allah SWT melimpahkan pahala besar kepada Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah dan kepada almarhum Ustadz Nahrawi Abdussalam atas jasa-jasa mereka dalam mengembangkan ilmu syariah. Amien.

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Selasa, 06 Desember 2011

Harun Yahya I



Keajaiban Burung


Burung adalah mesin terbang terbaik di dunia. Dalam film ini akan Anda temukan perancangan mengejutkan pada struktur aerodinamik burung, sistem pemandu arah mereka, maupun sejumlah teknik penerbangan yang berbeda. Tubuh burung tidak hanya menjadi saksi bagi penciptaannya, akan tetapi juga merupakan bukti kuat yang menggugurkan Darwinisme: Paru-paru burung, desain bulunya, serta banyak ciri-ciri burung lainnya membantah teori evolusi, yang menganggap kehidupan di bumi sebagai peristiwa yang muncul dan terjadi secara kebetulan, tanpa disengaja dan tidak diciptakan.

Download: Keajaiban Burung (MPEG - 107,30 MB)



Penyamaran Diri di Alam


Harimau yang tersamarkan secara sempurna, dengan ketangkasan, taring, cakar, kecepatan dan kekuatannya, merupakan seekor pemburu sempurna. Satu ciri khas harimau lainnya adalah ia tidak pernah berada pada posisi sedemikian hingga angin bertiup dari arah belakangnya. Sebab hal ini akan menerbangkan aroma tubuhnya ke arah mangsanya dan menyebabkan keberadaannya diketahui. Selain harimau, akan Anda saksikan dalam film ini beragam satwa dengan keahlian menyamarkan diri yang sempurna. Mustahil aneka ketrampilan menakjubkan ini, yang diperlukan hewan untuk berburu dan melindungi diri, ada dengan sendirinya tanpa disengaja atau dipelajari oleh hewan itu sendiri. Semua ini menunjukkan bahwa Allahlah yang telah menciptakan mereka beserta segala ciri yang mereka butuhkan.

Download: Penyamaran Diri di Alam (MPEG - 66,08 MB)



Misteri Kehidupan Satwa 1

Dalam film ini, kita akan mempelajari dua kisah kehidupan di alam yang menyanggah teori Darwin, yaitu perangkat penentu arah dari lebah madu dan perjalanan menakjubkan ikan salmon. Dua kisah ini menunjukkan bahwa kehidupan di bumi bukanlah muncul dengan sendirinya tanpa sengaja diciptakan. Makhluk hidup tidaklah terbentuk tanpa sengaja dan tanpa kehendak. Sebaliknya, kehidupan adalah hasil karya cipta dari Pencipta Yang Mahacerdas dan Mahaperkasa.
Buka Halaman Download: Misteri Kehidupan Satwa 1



Misteri Kehidupan Satwa 2

Seluruh satwa di alam, termasuk kita manusia, adalah bukti-bukti hidup yang menunjukkan keberadaan Pencipta mereka. Dialah yang merancang kehidupan di bumi dengan kehendaknya, memelihara segenap ciptaanNya, dan pemilik kekuatan serta hikmah mutlak tak terbatas. Dalam film dokumenter ini, Anda akan menyaksikan bukti tak terbantahkan bagi penciptaan mengagumkan oleh Allah: ”teknologi” aneka satwa yang bercahaya, rancangan jaring laba-laba, dan keajaiban penciptaan unta.
Buka Halaman Download: Misteri Kehidupan Satwa 2

Senin, 05 Desember 2011

Allah Akan Mengganti Yang Lebih Baik Untuk Kita Jika Kita Mencintai Sesuatu Karena-Nya


Terkadang, tidak semua yang kita anggap baik, baik menurut Allah SWT. Namun tatkala kita berserah diri dan yakin jika kita mencintai sesuatu karena-Nya, Yakinlah dia akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik yang tidak kita sangka-sangka.

Ini cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia lima tahun. Pada suatu sore, Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket.
Ketika sedang menunggu giliran membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan, tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat cantik. Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya.
Tapi… Dia tahu, pasti Ibunya akan berkeberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat ke supermarket dia sudah berjanji, Tidak akan meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli. Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk membelikannya kaos kaki ber-renda yang cantik.

Namun karena kalung itu sangat indah, diberanikannya bertanya : “Ibu,bolehkah Anisa memiliki kalung ini ? Ibu boleh kembalikan kaos kaki yang tadi… ” Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari tangan Anisa.Dibaliknya tertera harga Rp 15,000. Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan penuh harap dan cemas.
Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun ia tak mau bersikap tidak konsisten…
“Oke … Anisa, kamu boleh memiliki kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi. Dan karena harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu, Ibu akan potong uang tabunganmu untuk minggu depan. Setuju ?”
Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang mengembalikan kaos kaki ke raknya.”Terimakasih…, Ibu”

Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung mutiaranya. Menurutnya, kalung itu membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia merasa secantik Ibunya.Kalung itu tak pernah lepas dari lehernya, bahkan ketika tidur. Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau berenang. Sebab, kata ibunya, jika basah, kalung itu akan rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau…
Setiap malam sebelum tidur, Ayah Anisa akan membacakan cerita pengantar tidur. Pada suatu malam, ketika selesai membacakan sebuah cerita, Ayah bertanya “Anisa…, Anisa sayang ngga sama Ayah ?” “Tentu dong… Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang Ayah !”
“Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu…”
“Yah…, jangan dong Ayah ! Ayah boleh ambil “si Ratu” boneka kuda dari nenek… ! Itu kesayanganku juga”
“Ya sudahlah sayang,… ngga apa-apa !”. Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar Anisa.

Kira-kira seminggu berikutnya, setelah selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi, “Anisa…, Anisa sayang nggak sih, sama Ayah ?”
“Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah ?”.
“Kalau begitu, berikan pada Ayah kalung mutiaramu.”
“Jangan Ayah… Tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie ini.. “
Kata Anisa seraya menyerahkan boneka Barbie yang selalu menemaninya bermain.

Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk kekamarnya, Anisa sedang duduk diatas tempat tidurnya. Ketika didekati, Anisa rupanya sedang menangis diam-diam.
Kedua tangannya tergenggam di atas pangkuan. Dari matanya,mengalir bulir-bulir air mata membasahi pipinya…
“Ada apa Anisa, kenapa Anisa ?”
Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangannya. Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya ” Kalau Ayah mau… ambillah kalung Anisa”
Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan mungil Anisa. Kalung itu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan dari kantong yang satunya, dikeluarkan sebentuk kalung mutiara putih… sama cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Anisa…
“Anisa… ini untuk Anisa. Sama bukan ? Memang begitu nampaknya, tapi kalung ini tidak akan membuat lehermu menjadi hijau”
Ya…, ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan kalung mutiara imitasi Anisa.


Itulah gambaran aplikasi cinta kita kepada orang yang kita cintai , terlebih jika tidak ada yang melebihi cinta Kita selain kepada Allah S.W.T. Ketahuilan jika Dia meminta sesuatu dari kita, karena Dia berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik. Namun, terkadang cinta kita kepada Makhluk melebihi cinta kita Kepada-Nya. Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat berharga, dan oleh karenanya kita tidak ikhlas bila harus kehilangan.

MARILAH KITA IKHLASKAN APA YANG ADA DITANGAN KITA

Selasa, 29 November 2011

Mari Jadikan Tahun Baru Kita Lebih Bermakna


Seorang Ibu yang hidup di perbukitan umurnya sudah tua memiliki 2 buah tempayan yang digunakannya untuk mencari air, yang dipikul dipundak dengan menggunakan sebatang bambu. Salah satu dari tempayan itu retak, sedangkan yang satunya tanpa cela & selalu memuat air hingga penuh. Setibanya di rumah setelah menempuh perjalanan panjang dari sungai, air ditempayan yang retak tinggal 1/2. Selama 2 tahun hal... ini berlangsung setiap hari, dimana ibu itu membawa pulang air hanya 1_ 1/2 tempayan. Tentunya si tempayan yang utuh sangat bangga akan pencapaiannya. Namun tempayan yang retak merasa malu akan kekurangannya, & sedih, sebab hanya bisa memenuhi 1/2 dari kewajibannya. Setelah 2 tahun yang dianggapnya sebagai kegagalan, akhirnya dia berbicara kepada ibu tua itu di dekat sungai. "Aku malu, sebab Air ku Selalu bocor melalui bagian tubuhku yang retak di sepanjang jalan menuju ke rumahmu." Ibu itu tersenyum, "Tidakkah kau lihat bunga beraneka warna di jalur yang kau lalui, namun tidak ada di jalur yang satunya ? Aku sudah tahu kekuranganmu, jadi aku menabur benih bunga di jalurmu & setiap hari dalam perjalanan pulang kau menyirami benih2 itu. Selama 2 tahun aku bisa memetik bunga2 cantik untuk menghias meja. Kalau kau tidak seperti itu, maka rumah ini tidak se indah ini, sebab tidak ada bunga." Kita semua mempunyai kekurangan masing2, namun keretakan & kekurangan itulah yang menjadikan hidup kita bersama menyenangkan & memuaskan. Kita harus menerima setiap orang apa adanya, & mencari yang terbaik dalam diri mereka. Sahabat sesama tempayan yang retak, semoga hari kalian menyenangkan. Jangan lupa mencium wanginya bunga2 di jalur kalian, selamat memulai beraktivitas di minggu akhir november ini, semoga kesuksesan beserta kita semua...

Minggu, 27 November 2011

Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur'an ( PTIQ )


Sejarah Berdiri

Institut PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an) merupakan pendidikan tinggi pertama yang mengkhususkan diri di bidang kajian ilmu-ilmu Al-Qur'an didirikan 1 April 1971 oleh Yayasan Ihya 'Ulumiddin yang dipimpin oleh K.H. Moh. Dahlan (Menteri Agama saat itu). Sejak 12 Mei 1973 pengelolaan Institut ini diserahkan kepada Yayasan Pendidikan Al-Qur'an yang didirikan oleh Letjen (Purn.) H. Ibnu Sutowo. Kini diteruskan oleh putranya, H. Ponco Susilo Nugroho.

Pendirian PTIQ dilatari oleh kesadaran akan semakin langkanya ulama ahli Al-Qur'an (terutama para hafizh) sementara sangat didambakan dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Sejak Musabaqah Tilawatil Qur'an Nasional I di Makasar 1968.

Keberadaan para ulama ahli Al-Qur'an ini sangat terasa, sehingga tak kurang Presiden Republik Indonesia dalam amanatnya pada Musabaqah Tilawatil Qur'an Nasional III di Banjarmasin mengingatkan pentingnya untuk meningkatkan upaya penghayatan dan pemahaman kitab suci Al-Qur'an sebagai pedoman hidup manusia.
Sejak berdirinya Institut PTIQ secara berturut-turut dipimpin oleh ulama-ulama terkemuka negeri ini : Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML; K.H. Syukri Ghozali; K.H. Zainal Abidin Ahmad; Prof. Dr. K.H. Bustami A. Ghani; Prof. Dr. K.H. Chatibul Umam.Dan kini Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A.
Visi

Terwujudnya Lembaga Pendidikan Tinggi yang Unggul Dalam Pengkajian, Pengembangan, dan Pengamalan Al-Qur'an

Misi
  1. Mencetak sarjana dan ulama yang ahli Al-Qur'an
  2. Mengkaji ilmu-ilmu Al-Qur'an sebagai khazanah dan sumbangsih bagi pengembangan budaya untuk ketinggian martabat, kemajuan, dan kesejahteraan umat manusia
  3. Mengaktualisasikan pesan-pesan Al-Qur'an dalam upaya menjawab problematika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Tujuan

  1. Mencetak kader-kader ulama yang hafidz Al-Quran.
  2. Menghasilkan sarjana yang mendalami ilmu-ilmu agama Islam (Tafaqquh fid-din) dan bertanggung jawab atas pengembangan agama (iqamat ad-din) serta pembangunan masyarakat.
  3. Mengembangkan kajian ilmu-ilmu Al-Qur'an, pesan-pesan dan nilai-liai yang terkandung didalamnya, untuk dapat diterapkan dalam kehidupan nyata serta sebagai sumbangan untuk mengatasi berbagai problem masyarakat.
Untuk Lebih jelasnya Silahkan Kunjungi DiSINI atau DISINI

Kata Hikmah Buya Hamka


Rangkaian Kata Hikmah Dan Petuah Dari Buya Hamka
Dari buku Di Bawah Lindungan Ka'bah


Kejadian yang mendukakan hati dan menerawankan pikiran.

Kehidupan itu laksana lautan: " Orang yang tiada berhati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi dan menjaga layar, maka karamlah ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas. Tiada akan tercapai olehnya tanah tepi".

Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi. Namun ilmu tanpa iman, bagaikan lentera di tangan pencuri.

Tali tempat bergantung telah putus dan tanah tempat berpijak telah terban.

Masa itu daun sedang rimbun, bunga sedang kembang dan buah sedang lebat.

Tentang penulisan pada surat yang berbau cinta muda-mudi:

" Walaupun di dalam surat itu kita berusaha menghilangkan kata-kata yang rancu, namun tentulah pada akhirnya salah satu kata dalam surat itu terpaksa jua membawa arti lain. Sebab dalam perkara yang halus-halus anak perempuanlah yang amat dalam penyelidikannnya".

Cinta itu adalah jiwa. Antara cinta yang sejati dan jiwa tak dapat dipisahkan. Cinta pun merdeka sebagaimana jiwa. Cinta itu terkadang mustahil. Tetapi kemustahilan itulah yang kerap kali memupuk rasa cinta.

Seseorang yang terkena penyakit cinta, maka ia (seolah-olah) takut akan terkena cinta itu. Itulah dua sifat dari cinta. Cinta itulah yang merupakan (menyerupakan) dirinya menjadi sebuah ketakutan. Cinta itu kerap kali berupa putus harapan, takut, cemburu, iba hati dan kadang-kadang berani. (Namun) terkadang cinta itu hanya menurutkan perintah hati, bukan perintah otak.

Emas tak setara dengan loyang. Sutra tak sebangsa dengan benang.

Karam rasanya bumi ini saya pijakkan. Gelap tujuan yang akan saya tempuh.

Bahwasanya air mata tiadalah ia memilih tempat untuk jatuh. Dan tak pula memilih waktu untuk turun.

Dahulu diriku telah berduka, sekarang berduka cita. Dan kelak agaknya akan terus berduka hati.

Cinta itu adalah persaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia. Ia (cinta itu) laksana setetes embun yang turun dari langit. Bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlainan menerimanya. Ada kepada tanah yang tandus atau gersang. Dan ada pula kepada tanah yang subur.

Bahwasanya cinta yang bersih dan suci (murni) itu, tidaklah tumbuh dengan sendirinya.

Untung dan bahagia sejati adalah jika kita tahu bahwa kita tidak hidup terbuang di dalam dunia ini. Tetapi ada orang (lain) yang mencintai kita (yaitu: Allah SWT, nabi SAW dan kedua orang tua kita).

Hanya menumpahkan air mata itulah kepandaian yang paling penghabisan bagi seorang wanita.

Satu hati lebih mahal dari pada senyuman. Satu jiwa lebih berharga dari pada sebentuk cincin.

Tidak ada seutas tali pun tempat saya bergantung selain dari pada tali Engkau ( ya Allah). Tidak ada satu pintu yang akan saya ketuk, lain dari pada pintu Engkau (ya tuhanku).

(Wahai bundaku): " hidupmu yang tiada mengenal rasa putus asa. Kesabaran dan ketenangan hatimu (dalam) menanggung sengsara. Dapatlah kiranya menjadi tamsil dan ibarat kepada kami".

Dari buku Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck:

Bukit putus rimba keluang
Di rendam jagung dihangusi

Hukum putus badan terbuang

Terkenang kampung kutangisi

Ilmu apakah yang saya dapatkan disini, negeri ini begitu sempit, dunia terbang akhiratku pergi.

Pepatah orang Makassar: " Anak lelaki tak boleh dihiraukan panjang. Hidupnya ialah untuk berjuang. Jikalau perahunya telah ia kayuh ketengah, ia tak boleh bersurut pulang. Meskipun bagaimana besar gelombang. Biarkan kemudi patah, biarlah layer robek. Itu lebih mulia (baginya) dari pada membalik haluan pulang.

Pantun-pantun Buya Hamka:

Pulanglah kapal dari Mekkah

Penuh muatan orang haji

Awas-awas engkau melangkah

Memetik bunga dalam duri

Hendak tahu dibaik orang

Tanyakan kepada kawannya

Hendak tahu diburuk orang

Tanyakan kepada lawannya

Kupas dasun di dalam belanga

Rama-rama bertali abuk

Upas racun kiranya dunia

Makin lama makin memabuk

Pulau pandan jauh di tengah

Di balik pulau Angsa dua

Hancur badan dikandung tanah

Budi adik terkenang jua

Anak kandung jangan menangis. Orang penangis lekas rabun. Orang penggamang mati jatuh. Orang pemarah tanggal iman dan pehiba hati lekas tua.

Dari buku Kenang-kenangan Hidup, Jilid 3.

putus tali layang-layang

robek kertas tentang bingkai

hidup nan jangan menyepalang

tidak kaya berani pakai

wahai diriku teruslah maju

di tengah jalan jangan berhenti

sebelum ajal janganlah mati

keredhaan Allah itulah tuju

hati yang luas tak bertepi

cinta yang dalam tak terajuk

kau minta permadani

padaku hanya tikar pandan

awan berarak kabut berserak

di bunga yang mekar pagi

di bayang fajar menyingsing

di embun menyentak naik

di ombak memukul karang

di riak menghempas diri

di oleng biduk nelayan

di layer perahu jauh

di kepul asap jerami

di awan arak-berarak

di langkah ternak beriring

di uban menjuntai kening

di pudding yang panca warna

jauh tidak berantara

dekat tak bersatu

ragu hati rembang mata

warna-warni kembang di taman

senyum simpul mengajuk jantung

kungkung jiwa atasi nafsu

jangan murung terkatung-katung

pilih satu terima untung

hidup insani dilingkung batas

hidup hewan yang lepas bebas

biarkan orang tumbuh menurut alamnya

kalau tidak naik membubung, biarlah mati tersungkur.

Dari pepatah Minang: " suka yang tidak boleh ditukar, malu yang tidak boleh dibagi.

Beras yang putih untuk Jepang

Di kita jagung campur ubi

Banyak bicara kena lampang (kena tampar)

Kalau melawan hukum mati

Apalah artinya saya, memasang lilin di dekat kampu-lampu besar yang menyala-nyala. Menyinarkan terangnya diseluruh alam Indonesia.

Kalau berhembus angin selatan

Jangan lekas riang gembira

Kalau bergoncang tali bubutan

Jangan lekas berputus asa

Selama nyala iman di dada

Panah tujuan tidaklah hilang

Tuhan Allah tetaplah ada

Tanah airku tetap menang

Maka berbicaralah dia sepatah demi sepatah. Tenang tapi berombak. Lambat tapi bergelombang.

Rupanya mengapa Bung Karno begitu mengena pidatonya di tiap rakyat dan negeri! Sebab, di tiap negeri yang ia datangi, amat pandai ia mengarang pujian untuk orang dan negeri (tempat ia berpidato itu). Maka pidatonya pun diterima dengan senang hati dan (tepuk tangan) gemuruh oleh Rakyatnya.

Pandang tenang hadap ke muka.

Hilang segala kepayahan

Hilang segala kepenatan

Lupa segala penderitaan

Malam atau siang sembunyi atau tenang.

Saudara; kebesaran bukanlah karena ilmu. Meskipun keturunan dan ilmu boleh (dapat) dijadikan alat untuk menempuh kebesaran. (Sesungguhnya) kebesaran itu adalah kesanggupan seseorang dalam mengatasi kesulitan zamannya dan (ia) muncul di waktu-waktu yang tepat.

Orang politik, adat dan agama harus disatukan untuk bersatu menghadapi kesulitan.

Akal tak pernah hilang dan semangat tak pernah patah walaupun badan tak berdaya.

Sebuah nasehat Buya Hamka kepada istrinya tercinta disaat bahaya kelaparan melanda Sumatra Barat di Zaman Paceklik:

Kalau Allah tidak izinkan kita lagi untuk tinggal di dunia ini, tentu kita mati. Tetapi kalau masih beleh hidup, (maka) kita akan makan.percayalah.

Sebuah pepatah dari Sumatera Barat: " di waktu kesawah cangkul berlebih. Di waktu hendak makan piring kurang.

Demikian pulalah yang kerap terjadi di masyarakat, karena kelalaian memperhatikan sebab yang kecil, (maka) tumbul bahaya yang besar.

Taqdir itu bukanlah dielakkan melainkan dicari.

Pendirian hidup (adalah) lebih baik kita memperbaiki sangka kepada tuhan.

Mendarurat

Bebankulah sarat

Tapi cinta Negara lebih berat

Biar kaki tinggal sekerat

Kulanjutkan juga biar larat

… bila kemerdekaan telah berurat

… bila persatuan telah kokoh erat

Bahagialah aku dikala tidur di jirat (di kubur)

Bercahaya mukaku di akhirat

Dari kanan aku menerima surat

…aku menyerah kepada Engkau (wahai) tuahanku dengan tidak bersyarat.

Sesak nafasku kala mendaki, keringat mengalir sampai ke kaki.

Kita masih hidup, udara masih kita hirup dan nafas belum redup.

Dua cahaya menembus kegelapan. Yaitu cahaya iman dan cahaya harapan.

Selama-lama mendaki, kita (juga) akan menurun ke padang datar. Ke pengharapn yang besar

Mari kita isi saat sedetik itu dengan kesan, sebutan dan kenang-kenangan.

Jika kering danau Singkarak

Maninjau ada tempatmu mandi

Minang Kabau iring berarak

Menuju takhta ibu pertiwi

Kata Hamka saat ia menyampaikan perkataan Bung Karno:

Membangun tanah air, sesudah mencapai kemerdekaan, akan lebih sukar dari pada semasa refolusi. Segala lapangan akan memerlukan banyak orang. Sedang kemerdekaan tanah air adalah jembatan emas (untuk) menuju cita-cita.

Yang membentuk pribadi dan diri kita: penyakit, penderitaan, pengalaman, kegagalan, kejatuhan dan juga kenaikan.

Pantun ini dikutip oleh Buya Hamka dari buku Rancak Di labuah, karangan: Datuak Panduko Alam.

Ini merupakan pantun masyarakat Sumatera Barat yang Hamka kutip di masa pendudukan Jepang.

Ini merupakan ungkapan Hamka disaat berpidato di depan rakyat di Sumatera Barat , Muhammad Hatta, Amir Syarifuddin dan Syahrir.

Ini merupakan pujian yang Hamka ungkapkan terhadap retorika Suekarno bila ia berpidato.

Memang cara ini merupakan sebuah metode yang bagus dalam berpidato dihadapan ummat di tiap negeri yang berbeda.

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template