Penyebab Perbedaan Pendapat
Penyebab perbedaan pendapat di antara mereka adalah adanya atsar yang berbeda dan bertentangan.
Mereka yang mendukung pendapat tentang tidak sampainya pahala bacaan Al-Quran kepada orang mati, biasanya berdalil dengan nash-nash berikut:
Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. An-Najm:38-39)
Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Yaasiin:54)
Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS. Al-Baqaraah 286)
Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo'akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya. (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa'i dan Ahmad)
Tentu saja tidak semua orang sepakat dengan pendapat ini, karena memang ada juga dalil lainnya yang menjelaskan bahwa masih ada kemungkinan sampainya pahala ibadah yang dikirimkan atau dihadiahkan kepada orang yang sudah mati. Misalnya hadits-hadits berikut ini:
Dari Ma'qil bin Yasar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bacakanlah surat Yaasiin atas orang yang meninggal di antara kalian." (HR Abu Daud, An-Nasaa'i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Jantungnya Al-Quran adalah surat Yaasiin. Tidak seorang yang mencintai Allah dan negeri akhirat membacanya kecuali dosa-dosanya diampuni. Bacakanlah (Yaasiin) atas orang-orang mati di antara kalian. (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Hadits ini dicacat oleh Ad-Daruquthuny dan Ibnul Qathan, namun Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkannya.
Dari Abi Ad-Darda' dan Abi Dzar ra berkata, "Tidaklah seseorang mati lalu dibacakan atasnya surat Yaasiin, kecuali Allah ringankan siksa untuknya." (HR Ad-Dailami dengan sanad yang dhaif sekali)
Adalah Ibnu Umar ra. gemar membacakan bagian awal dan akhir surat Al-Baqarah di atas kubur sesuah mayat dikuburkan. (HR. Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan).
Dengan adanya pertentangan antara dua kelompok pendapat ini, maka kita tidak bisa menggeneralisir hukumnya sebagai adat yang sesat dengan begitu saja. Sebab ternyata masih ada dalil-dalil yang bisa digunakan sebagai landasan, terlepas dari masalah tarjih di antara keduanya. Namun pendeknya, masalah ini kita golongkan kepada masalah khilafiyah di kalangan para ulama. Dan kita dituntut untuk bisa bersikap lebih bijak dan dewasa untuk mensikapinya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sabtu, 10 Desember 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar