Perang Qaadisiyyah, perang yang menjadi salah satu tombak yang tak terpatahkan tentang Islam yang akhirnya terpancangkan di bumi Persia, berkat jihad yang tak kenal lelah dari para singa Arab yang -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala- berhasil menaklukkan kerajaan kafir majusi Persia yang terkenal perkasa dan sangat sulit ditaklukkan bahkan oleh Romawi sekalipun. Raja Yazdagird melarikan diri, beberapa panglima perang Persia seperti Rustum dan Jalinus tewas di tangan pasukan kaum muslimin serta putri-putri Yazdagird menjadi tawanan kaum muslimin. Salah seorang putrinya dimerdekakan dan dinikahi oleh cucu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, Al-Husain bin ‘Aliy radhiyallaahu ‘anhuma, berislam dengan baik hingga akhir hayatnya serta meninggalkan agama majusinya yang dahulu ia peluk. Walhamdulillah.
Perang ini terjadi di masa khalifah ‘Umar bin Al-Khaththaab radhiyallaahu ‘anhu dengan panglima perang yang beliau utus ke daratan ‘Iraaq kala itu adalah Sa’d bin Maalik Abi Waqqaash radhiyallaahu ‘anhu. Beragam kisah kepahlawanan para sahabat dalam perang tersebut, kisah yang penuh dengan darah dan air mata, hingga panglima Sa’d yang terkena penyakit semacam bisul yang mengeluarkan nanah di sekujur tubuhnya yang membuat beliau tidak bisa turun ke medan pertempuran dan akhirnya beliau memberikan komando dari Al-‘Udzaib, sebuah tempat yang merupakan mata air di dekat Qaadisiyyah, disanalah beliau membangun markas untuk memantau pasukan kaum muslimin.
Sepenggal kisah yang penuh kenangan dari peperangan tersebut, adalah kisah Abu Mihjan Ats-Tsaqafiy. Sebuah kisah yang menandakan keberanian dari seorang sahabat yang tak takut menerjang barisan musuh demi memenuhi panggilan jihad dari Allah Ta’ala.
Abu Mihjan Ats-Tsaqafiy
Nama beliau diperselisihkan, Al-Haafizh rahimahullah dalam Al-Ishaabah menyebut nama beliau adalah ‘Amr bin Habiib bin ‘Amr bin ‘Umair bin ‘Auf bin ‘Uqdah bin Tsaqiif, dikatakan namanya adalah kuniyahnya sementara kuniyahnya yang lain adalah Abu ‘Ubaid, dikatakan namanya adalah Maalik, dan dikatakan pula namanya adalah ‘Abdullaah, namun beliau lebih terkenal dengan nama kuniyahnya, Abu Mihjan. Al-Imam Abu Ahmad Al-Haakim rahimahullah berkata bahwa beliau adalah sahabat.
Abu Mihjan adalah seorang penyair dan gemar meminum khamr, inilah yang membuat beliau berkali-kali menerima hukuman, dan kegemaran beliau inilah yang menyusahkan para sahabat ketika mereka tengah menghimpun kekuatan demi menghadapi peperangan Qaadisiyyah. Namun begitu, darah beliau selalu bergejolak bilamana dibutuhkan untuk membela agama Allah yang mulia ini. Dikisahkan bahwa Sa’d selaku panglima perang Qaadisiyyah menemui Abu Mihjan dikala dirinya sedang mabuk, maka Sa’d memerintahkan untuk mengikatnya. Di akhir kisah, akhirnya Abu Mihjan pun bertaubat untuk tidak meminum khamr selama-lamanya
Kisah selengkapnya direkam oleh Al-Imam Abu Bakr bin Abi Syaibah rahimahullah dalam Mushannaf-nya, dengan sanad dan matan :
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُهَاجِرٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: أُتِيَ سَعْدٌ بِأَبِي مِحْجَنٍ يَوْمَ الْقَادِسِيَّةِ وَقَدْ شَرِبَ الْخَمْرَ فَأَمَرَ بِهِ إِلَى الْقَيْدِ، قَالَ: وَكَانَ بِسَعْدٍ جِرَاحَةٌ، فَلَمْ يَخْرُجْ يَوْمَئِذٍ إِلَى النَّاسِ، قَالَ: فَصَعِدُوا بِهِ فَوْقَ الْعُذَيْبِ ؛ لِيَنْظُرَ إِلَى النَّاسِ، قَالَ: وَاسْتَعْمَلَ عَلَى الْخَيْلِ خَالِدَ بْنَ عُرْفُطَةَ، فَلَمَّا الْتَقَى النَّاسُ قَالَ أَبُو مِحْجَنٍ:
كَفَى حُزْنًا أَنْ تُرْدَى الْخَيْلُ بِالْقَنَا وَأُتْرَكُ مَشْدُودًا عَلَيَّ وَثَاقِيَا
فَقَالَ لِابْنَةِ خَصَفَةَ امْرَأَةِ سَعْدٍ: أَطْلِقِينِي، وَلَكَ عَلَيَّ إِنْ سَلَّمَنِي اللَّهُ أَنْ أَرْجِعَ حَتَّى أَضَعَ رِجْلِي فِي الْقَيْدِ، وَإِنْ قُتِلْتُ اسْتَرَحْتُمْ، قَالَ: فَحَلَّتْهُ حِينَ الْتَقَى النَّاسُ، قَالَ: فَوَثَبَ عَلَى فَرَسٍ لِسَعْدٍ يُقَالُ لَهَا: الْبَلْقَاءُ، قَالَ، ثُمَّ أَخَذَ رُمْحًا ثُمَّ خَرَجَ، فَجَعَلَ لَا يَحْمِلُ عَلَى نَاحِيَةٍ مِنَ الْعَدُوِّ إِلَّا هَزَمَهُمْ، قَالَ: وَجَعَلَ النَّاسُ يَقُولُونَ: هَذَا مَلَكٌ ؛ لِمَا يَرَوْنَهُ يَصْنَعُ، قَالَ: وَجَعَلَ سَعْدٌ، يَقُولُ: الضَّبْرُ ضَبْرُ الْبَلْقَاءِ وَالطَّعْنُ طَعْنُ أَبِي مِحْجَنٍ، وَأَبُو مِحْجَنٍ فِي الْقَيْدِ، قَالَ، فَلَمَّا هَزَمَ الْعَدُوَّ رَجَعَ أَبُو مِحْجَنٍ حَتَّى وَضَعَ رِجْلَيْهِ فِي الْقَيْدِ، فَأَخْبَرَتْ بِنْتُ خَصَفَةَ سَعْدًا بِالَّذِي كَانَ مِنْ أَمْرِهِ، قَالَ: فَقَالَ سَعْدٌ: وَاللَّهِ لَا أَضْرِبُ الْيَوْمَ رَجُلًا أَبْلَى اللَّهُ الْمُسْلِمِينَ عَلَى يَدَيْهِ مَا أَبْلَاهُمْ، قَالَ: فَخَلَّى سَبِيلَهُ، قَالَ: فَقَالَ أَبُو مِحْجَنٍ: قَدْ كُنْتُ أَشْرَبُهَا حَيْثُ كَانَ يُقَامُ عَلَيَّ الْحَدُّ فَأَطْهَرُ مِنْهَا، فَأَمَّا إِذَا بَهْرَجَتْنِي فَلَا وَاللَّهِ لَا أَشْرَبُهَا أَبَدًا
Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyah, dari ‘Amr bin Muhaajir, dari Ibraahiim bin Muhammad bin Sa’d, dari Ayahnya, ia berkata :
“Suatu ketika Sa’d bin Abi Waqqaash didatangi oleh Abu Mihjan pada hari terjadinya peperangan Qaadisiyyah sementara Abu Mihjan sedang mabuk karena telah meminum khamr. Maka Sa’d memerintahkan bawahannya untuk mengikat Abu Mihjan.” Muhammad bin Sa’d melanjutkan, “Ketika itu di sekujur tubuh Sa’d terdapat bekas luka (karena sedang terkena penyakit) dan ia tidak keluar bergabung bersama pasukan pada hari tersebut. Maka para bawahan Sa’d menaikkannya ke atas Al-‘Udzaib untuk memantau pasukan kaum muslimin, Sa’d pun menugaskan Khaalid bin ‘Urfuthah untuk memimpin pasukan kuda.
Tatkala pasukan kaum muslimin berhadap-hadapan dengan musuh, Abu Mihjan pun bersyair :
Cukuplah duka cita itu karena jatuhnya sang kuda oleh tombak
Sementara aku tengah melepaskan diriku yang terikat kuat oleh belenggu
Abu Mihjan berkata kepada Bintu Khashafah, istri Sa’d bin Abi Waqqaash, “Lepaskanlah belenggu ini dan aku berjanji padamu, jika Allah menyelamatkanku dalam perang ini, aku akan kembali kemari hingga aku masukkan kedua kakiku ini ke dalam ikatan. Namun jika aku terbunuh, maka kalian akan terbebas dariku.” Istri Sa’d kemudian melepaskan Abu Mihjan tepat pada saat perang tengah berkecamuk dan kedua pasukan bertemu.
Tanpa pikir panjang, Abu Mihjan langsung melompat ke atas kuda milik Sa’d yang dinamakan Al-Balqaa’ dan menyambar tombak yang ada di dekatnya, kemudian ia keluar menuju medan peperangan, maka tidaklah Abu Mihjan menyerang dari arah sayap musuh melainkan ia pasti menghancurkan barisan mereka. Kaum muslimin yang melihat sepak terjang Abu Mihjan di atas kuda mengatakan, “Lelaki itu bagai malaikat!”
Sa’d pun akhirnya melihat sosok gagah berani tersebut yang memecah belah sayap pasukan musuh, beliau kagum dan bertanya-tanya, “Lompatan kuda perang tersebut mirip seperti lompatan Al-Balqaa’, dan tebasan-tebasan penunggangnya mirip seperti Abu Mihjan! namun bukankah Abu Mihjan sedang terikat?”
Ketika Abu Mihjan selesai menghancurkan barisan musuh, ia pun kembali ke dalam tahanan kemudian memasukkan kedua kakinya kembali ke dalam ikatan. Melihat hal demikian, Bintu Khashafah langsung mengkhabarkan kepada Sa’d mengenai perkara Abu Mihjan (yang menepati janjinya untuk kembali ke tahanan). Sa’d berkata, “Demi Allah, pada hari ini aku tidak akan mendera seorang lelaki yang Allah telah menguji kaum muslimin atas kedua tangannya pada segala hal yang pernah menyusahkan mereka,” dan Sa’d pun membebaskan Abu Mihjan.
Ber-ikrarlah Abu Mihjan, “Sungguh, aku dahulu pernah meminum khamr yang mana karena kebiasaanku inilah ditegakkan hukuman had padaku, maka sekarang aku membersihkan diriku darinya. Dan kini Sa’d memperkenankan diriku (terbebas dari hukuman had), maka demi Allah, aku tidak akan meminum khamr lagi selama-lamanya!”
[Al-Mushannaf 11/520, no. 34309]